Kamis, 19 Desember 2019

Model Pelibatan Masyarakat melalui Komite Sekolah dan Organisasi



TUGAS MANAJEMEN HUMAS
MODEL PELIBATAN MASYARAKAT MELALUI KOMITE SEKOLAH DAN ORGANISASI LAINNYA
OLEH:
KELOMPOK 2
ASHAR ZAINI
MINCERIANTI
NURFADILAH
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM 5 SEMESTER 5
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BONE
A.  Komite Sekolah
Menurut Djam’an Satori (2001), sebagai konsekuensi untuk mengakomodasi aspirasi, harapan dan kebutuhan stakeholder sekolah, maka perlu dikembangkan adanya wadah untuk menampung dan menyalurkannya. Wadah tersebut berfungsi sebagai foum di mana representasi para stakeholder sekolah terwakili secara proporsional. Dalam berbagai dokumen yang ada dan konsensus yang telah muncul dalam berbagai forum, wadah ini diberi nama Komite Sekolah. Badan sejenis ini di Autralia disebut “School Council”.
Dalam pengertian lain, Djam’an Satori menyebutkan bahwa komite sekolah merupakan suatu badan yang berfungsi sebagai forum resmi untuk mengakomodasikan dan membahas hal-hal yang menyangkut kepentingan kelembagaan sekolah. Hal-hal tersebut meliputi:
1.      Penyusunan perencanaan strategi sekolah, yaitustrateg pengembangan ekolah dalam perspektif 3-4 tahun mendatang. Dalam dokumen ini juga dibahas visi dan misi sekolah, analisis posisi untuk mengkaji kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan yang hadapi, kajian isu-isu strategi sekolah, perumusan program-program, perumusan strategi pelaksanaan program, cara pengendalian dan evaluasinya.
2.      Penyusunan perencanaan tahunan sekolah, yang merupakan elaborasi dari perencanaan strategi sekolah. Dalam perencanaan tahunan ini yang  dibahas adalah program-program operasional yang merupakan implementasi program prioritas yang dirumuskan dalam perencanaan strategi sekolah yang disertai perencanaan anggarannya.
3.      Mengadakan pertemuan untuk menampung dan membahas berbagai kebutuhan, masalah, aspirasi serta ide-ide yang disampaikan oleh anggota komite sekolah. Hal-hal tersebut merupakan refleksi kepedulian para stakeholder sekolah terhadap berbagai aspek kehidupan sekolah yang ditujukan pada upaya-upaya perbaikan, kemajuan dan pengembangan sekolah.
4.      Memikirkan upaya-upaya untuk memajukan sekolah, terutama yang menyangkut kelengkapan fasilitas sekolah, fasilitas pendidikan, pengadaan biaya pendidikan bagi pengembangan keunggulan kompetitif dan komperatif sekolah sesuai denga aspirasi stakeholder sekolah. Perhatian terhadap masalah ini dimaksudkan agar sekolah setidak-tidaknya memenuhi standar pelayanan minimum.
5.      Mendorong sekolah untuk melakukan internal monitoring (School self-assesment) dan melaporkan hasilnya untuk dibahas dalam forum komite sekolah.
6.      Membahas hasil-hasil terstandar yang dilakukan oleh lembaga/institusi eksternal dalam upaya menjaga jaminan mutu (quality assurance) serta memelihara kondisi pembelajaran sesuai dengan tuntutan standar minimun kompetensi siswa (basic minimum competency) seperti yang diatur dalam PP No.  25 tahun 2000.
7.      Membahas laporan tahunan sekolah sehingga memperoleh penerimaan komite sekolah. Laporan tahunan sekolah tersebut selanjutnya disampaikan kepada Kantor Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten/Kota.
8.      Review sekolah merupakan kegiatan penting untuk mengetahui keunggulan suatu sekolah disertai analisis kondisi-kondisi pendukungnya, atau sebaliknya untuk mengetahui kelemahan-kelemahan sekolah disertai analiss faktor-faktor penyebabnya. Review sekolah merupakan media untuk saling mengisi pengalaman dan sekaligus saling belajar antarsekolah dalam upaya meningkatkan kinerjanya masing-masing.
9.      Memantau kinerja sekolah, yang meliputi manajemen sekolah, kepemimpinan kepala sekolah, mutu belajar-mengajar termasuk kinerja mengajar guru, hasil belajar siswa, disiplin dan tata tertib sekolah, prestasi sekolah, baik dalam aspek intra maupun ektrakurikuler.[1]
Kelahiran Kepemendiknas Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah merupakan penjabaran dari UU  Nomor 25 Tahun 1999 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 2000-2004. Kepemendiknas Nomor 044/U/2002 inilah yang menjadi acuan dalam proses pembentukan Komite Sekolah.
Delapan butir acuan pembentukan Dewan pendidikan dan Komite sekolah tersebut meliputi ketentuan sebagai berikut:
1.      Pengertian, nama, dan ruang lingkup
2.      Kedudukan dan sifat
3.      Tujuan
4.      Peran dan fungsi
5.      Organisasi
6.      Pembentukan
7.      Tata hubungan antarorganisasi
8.      Penutup.[2]
B.  Membentuk Paguyuban Orang Tua Siswa
Pembentukan paguyuban orang tua siswa (sebut saja dengan POS) dilakukan di banyak sekolah yang telah secara luas menerapkan konsep MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), PSM (Peran Serta Masyarakat), dan PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan). Penerapan konsep ini disosialisasikan oleh proyek MBE (Managing Basic Education), yang memperoleh anggaran dari USAIDS (bantuan Amerika Serikat).
Pembentukan POS, atau apapun namannya, ini secara khusus berkaitan dengan penerapan konsep PSM dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Keberadaan POS ternyata justru mendukung Komite Sekolah, karena POS ini merupakan paguyuban orang tua siswa dari masing-masing kelas, yang notabene menjadi representasi dari orang tua siswa yang akan duduk sebagai pengurus atau anggota Komite Sekolah. Salah satu elemen Komite Sekolah adalah orang tua siswa, yang dalam hal ini menjadi elemen utama dari Komite Sekolah, yang akan ikut mengambil bagian dalam proses pemilihan Komite Sekolah. Tentu saja, masih ada elemen lain dalam Komite Sekolah antara lain tokoh masyarakat, tokoh pendidikan, LSM pendidikan, dan elemen masyarakat dunia usaha dan industri (DUDI).
Proses pembentukan POS setiap tahun pelajaran baru, semua orang tua siswa selalu mengkuti acara pertemuan yang diadakan oleh sekolah. Proses pembentukan POS dapat dilakukan bersamaan dengan acara ini, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Pertama, setelah acara pertemuan selesai, semua orang tua siswa dari masing-masing kelas dapat mengadakan pertemuan sendiri secara cepat. Minimal mereka saling kenal terlebh dahulu. Dengan demikian secara alami biasanya akan muncul beberapa orang tua siswa sebagai tokoh dan promotornya. Bisa saja terjadi, dalam perencanaan pertemuan awal ini telah dapat dibentuk pengurusnya. Tetapi, pada umumnya tahap ini masih merupakan tahap penjajakan untuk melakukan langkah-langkah lebih lanjut.
Kedua, pertemuan selanjutnya biasanya akan diadakan di rumh orang tua siswa, untuk membahas langkah lebih lanjut. Jika dalam pertemuan pertama telah dibentuk kepengurusannya, maka dalam pertemuan ini akan dibahas program jangka pendek dan jangka panjang untuk membantu sekolah. Mungkin saja, kepengurusan POS ini akan dlengkapi. Atau dalam pertemuan ini dibahas juga tentang kaitannya dengan representasi mereka dalam Komite Sekolah, bahkan akan memberikan masukan tentang kriteria pengurus dan anggota Komite Sekolah.
Ketiga, agenda pertemuan POS dapat ditentukan sebulan sekali. Agenda  pertemuan ini biasanya akan terkait dengan pembicaraan mengenai tugas piket untuk hadir ke sekolah, atau membicarakan iuran anggota POS, atau membahas langkah apa yang harus dilakukan untuk membantu orangtua siswa yang masuk dalam kategori tidak mampu. Uniknya, salah satu agenda kegiatan POS ini adalah dapat membantu guru untuk membuat media dan alat peraga pendidikan.
Keempat, mengadakan agenda pertemuan untuk membuat laproan pertanggungjawaban POS yang akan disampaikan kepada sekolah dan masyarakat.
Kegiatan POS sebagai berikut:
1.      Mengatur piket orang tua siswa yang harus hadir setiap hari di sekolah, untuk mendukung guru kelas dalam pelaksanaan proses belajar mengajar.
2.      Membantu untuk memenuhi kebutuhan guru kelas, antara lain berupa media dan alat peraga, yang terkait dengan proses pengajaran dan pembelajaran.
3.      Menyampaikan gagasan akan mengadakan kegiatan ekstrakurikuler peserta didik.
4.      Ikut membantu orang tua siswa untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh salah seorang siswa di kelas yang bersangkutan.
5.      Menjadi representasi orang tua siswa yang akan duduk dalam kepengurusan dan keanggotaan Komite Sekolah.[3]
C.  Pesta Awal Tahun Pelajaran (The First Day Festival)
Festival Hari Pertama Sekolah memang belum bisa diadakan di Indonesia. Acara seperti ini memang mungkin masih dipandang hanya membuang-buang waktu saja, atau bahkan masih dianggap aneh oleh sekolah. Dalam hal ini terkait dengan prinsip ‘manusia bisa karena biasa’. Kebiasaan yang dilakukan di sekolah pada setiap awal tahun pelajaran adalah pertemuan orang tua siswa. Tujuan kedua kegiatan ini sebenarnya sama, yaitu untuk menjalin hubungn dengan kerja sama antara sekolah dengan keluarga. Kegiatan Festival Hari Pertama Sekolah mungkin lebih luas sedikit, karena masyarakat luas ikut dilibatkan dalam kegiatan ini. Misalnya, tokoh masyarakat, dunia usaha dan dunia industri dilibatkan dalam kegiatan ini.
Melalui acara ini semua siswa di sekolah akan memulai pelajaran dengan senang. Melalui acara ini, semua orang tua siswa, baik yang lama maupun yang baru, memulai saling berkenalan satu dengan yang lain, dapat dimulai berbincang-bincang tentang program dan kegiatan yang mungkin akan diusulkan kepada sekolah.[4]
D.  Membangun Media Komunikasi antara Sekolah dengan Orang Tua dan Masyarakat.
Untuk mengubah wajah dan kiprah sekolah menjadi sekolah efektif dan produktif, kepala sekolah tidak akan dapat berjalan sendirian. Sekolah, keluarga, dan masyarakat merupakan tripusat pendidikan (Ki Hajar Dewantara). Dalam melaksanakan tugasnya sekolah tidak boleh tidak harus menggandeng keluarga dan masyarakat. Untuk dapat menjalin hubungan secara timbal balik dan kerja sama antara sekolah dengan keluarga dan masyarakat, maka sekolah harus memiliki media komunikasi.
Sam Redding, dalam tulisannya bertajuk “Parents and Learning”, dalam bookletn yang diterbitkan oleh International Academy of Education, International Beaureau of Education,UNESCO, dijelaskan beberapa bentuk media komunikasi antara sekolah dengan keluarga dan masyarakat sebagai berikut:
1.      Pertemuan Orang Tua, Guru dan Siswa
Melalui media pertemuan seperti ini, orang tua siswa dan guru dapat saling menyampaikan keluh kesah,masalah, dan gagasan, serta masukan untuk meningkatkan mutu proses pembelajaran di sekolah. Kegiatan semacam ini sangat diperlukan untuk terus menumbuhkan rasa kebersamaan dan kepercayaan antara masing-masing pihak. Dari acara pertemuan tersebut, orang tua siswa dapat mengetahui secara lebih jelas apa saja yang dilakukan oleh anak-anaknya, tugas-tugas apa yang harus dilaksanakan, dan masalah-masalah yang mungkin akan dihadapi oleh anak-anaknya. Bagi kepala sekolah dan guru juga akan dapat mengetahui secara lebh jelas, misalnya  kebiasaan belajar siswa di rumah, apakah di rumah memang telah ada kebiasaan membaca (reading habit).
2.      Rapor atau Laporan Pendidikan
Hasil belajar siswa dilaporkan kepada orang tua melalui buku yang disebut sebagai Buku Rapor atau Buku Laporan Pendidikan. Sekolah perlu mengadakan acara penerimaan buku rapor. Dalam acara ini, guru kelas atau wali kelas harus menjelaskan pada orang tua siswa tentang hasil belajar para siswa, dan masalah-masalah lain yang terkait dengan hasil belajar siswa tersebut. Guru juga harus menjelaskan apa makna angka-angka dan catatan yang diulis dalam buku rapor tersebut, serta apa yang harus dilakukan oleh orang tua.
3.      Newsletter
Untuk meningkatkan hubungan timbal balik antara sekolah dan keluarga, sekolah dapat meminta orang tua siswa untuk menyumbangkan tulisan yang akan dimuat dalam newsletter, misalnya  tulisan tentang pengalaman orang tua siswa dalam membantu anaknya dalam mengerjakan PR, pengalaman orang tua ketika mengadakan rekreasi keluarga berkunjung ke museum atau tempat-tempat bersejarah, atau tempat-tempat yang bernilai pendidikan.
Newsletter juga dapat digunakan sebagai media untuk melaporkan kegiatan sekolah kepada  orang tua siswa. Sekolah Dasar Gibbs Street di Australia Barat bersama dengan Komite Sekolah membuat semacam brosur dan booklet untuk melaporkan kegiatan sekolah selama setahun. Ini merupakan salah satu bentuk akuntabilitas sekolah terhadap masyarakat.
4.      Papan Pengumuman untuk Orang Tua dan Masyarakat
Papan pengumuman merupakan media yang cukup efektif untuk menyampaikan  berbagai data dan informas tentang sekolah. Bahkan, papan pengumuman tersebut juga dapat digunakan untuk mengaca diri, untuk melihat wajah sekolah kita. Apa saja kegiatan yang sedang terjadi di sekolah. Apa saja yang harus diketahui oleh warga sekolah tentang berbagai kegiatan di sekolah kita. Bahkan, setiap orang tua atau anggota masyarakat datang ke sekolah, diharapkan mereka juga dapat mengetahui apa saja kegiatan yang dilakukan oleh anak-anak yang bersekolah. Lebih dari itu, papan pengumuman sekolah dapat digunakan untuk menunjukkan bahwa sistem manajemen yang diterapkan di sekolah adalah open management atau manajemen terbuka. APBS di sekolah ini memang dipasang di papan pengumuman sekolah, dan oleh karena itu semua warga sekolah, orang tua siswa, dan warga masyarakat memperoleh informasi secara terbuka berapa anggaran yang dikelola sekolah, dan berapa yang akan dibelanjakan untuk kegiatan.[5]
E.  Meningkatkan Peran Dunia Usaha dan Dunia Indutri (DUDI)
Dibandingan dengan institusi birokrasi yang ada, lembaga bisnis yang amat kita kenal sebagai DUDI memliki karakteristik sebagai institusi yang sangat berorientasi kepada aspek kualitas, dan aspek keuntungan. Institusi dunia pendidikan dapat mengubah budaya kerjanya tanpa membuka pengaruh dari DUDI yang telah berorientasi pada budaya kerja yang efektif dan efisien, ketiga elemen tripusat pendidikan harus dalam sinergi untuk meningatkan layanan yang bermutu, akan dihasilkan lulusan yang bermutu, dan dengan lulusan yanng bermutu itulah yang kemudian direkrut oleh DUDI untuk menjadi SDM yang bermutu yang akan mengabdikan diri untuk DUDI.[6]     
                    

                                                                                                                    

















[1]Mulyono, MA, Manajemen Administrasi Pendidikan & Organisasi Pendidikan, (Cet. I: Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), h. 258-260.
[2]Suparlan, Membangun Sekolah Efektif, (Cet. I; Yogyakarta: Hikayat Publishing, 2008), h. 205.
[3]Suparlan, Membangun Sekolah Efektif, h. 212-215.
[4]Suparlan, Membangun Sekolah Efektif, h. 216-217.
[5]Suparlan, Membangun Sekolah Efektif, h. 224-228.
[6]Suparlan, Membangun Sekolah Efektif, h. 232-233.

2 komentar:

Resah dan Dilema

  Hai, untuk kali ini biarlah jari-jari sibuk mengetikkan namamu kukelabui dengan sebutan "Dia". Entah aku akan memulai dari mana ...