Hai, untuk kali ini biarlah jari-jari sibuk mengetikkan namamu kukelabui dengan sebutan "Dia". Entah aku akan memulai dari mana rasanya memenuhi rongga paru-paruku, hampir setiap malam aku sulit tertidur padahal sudah aku paksa biar terlelap. Jantungku bergetar hebat makanku pun tak enak, aku tahu batinku tak baik-baik saja sekarang sampai sudah mengganggu kinerja tubuhku.
Terkadang aku ingin menangis biar kelegaan yang kudapat tapi air mataku sulit untuk berderai. Sedalam itukah lukaku? Aku menaruh percaya pada orang yang bahkan sudah Berkali-kali merusaknya. Aku sudah mencoba berbagai macam cara, aku memarahinya bahkan mendiamkannya tapi percuma rasanya cuma angin lalu. Aku pernah meminta lepaskan saja diriku tapi dia enggan melakukannya lantas aku harus bagaimana? Aku yang ingin pergi tapi rasanya untuk melangkah tanpanya membuatku kesulitan, sudah ku coba untuk mengabaikannya tapi apa? Aku tak pernah sanggup untuk itu.
Sudah aku yakinkan diriku untuk berpaling, namun aku benar-benar tak mampu. Aku harus bagaimana? Berdampingan bersamamu pun kepercayaanku sudah tak utuh, inikah yang disebut takut kehilangan? Kata maaf yang kudengar setiap kali ia melakukan kesalahan, tapi sebenarnya aku tak butuh itu, aku butuh penjelasan. Tidakkah engkau lelah membujukku setiap kali setelah kamu melalukan hal yang kuanggap salah? Aku rasa maaf saja tidak ada gunanya jika besoknya kau tetap melakukan hal yang sama.
Sulit untuk aku percaya padamu lagi, berkali-kali aku mencoba berusaha menenangkan diri menganggap bahwa akulah yang berlebihan dalam menanggapi suatu kesalahan. Sampai detik ini aku merasa tidak dihargai. Jika kau sudah menemukan orang yang membuatmu nyaman di luar sana lepaskanlah aku, aku bukan lagi sesuatu yang berarti untuk dipertahankan bukan? Bahkan kata sayang dan rindu yang kau ucapkan menurutku itu hanya bualan, serusak itu kepercayaanku padamu.
Aku berpikir apa akhir dari perjalanan kita? Apa kau tetap di sampingku? Atau utuh pada rasa yang lain? Mau sampai kapan kau mempertahankan aku memberikan rasa sakit kian mendalam tanpa kau sadari. Untuk apa aku tinggal dan menetap pada rumah yang akan ditinggalkan oleh puannya? Aku akan dibunuh oleh kenangan secara perlahan sebab pergimu. Bagaimana aku bisa membangun kepercayaan pada orang lain setelahmu? Aku rusak tapi kau terus berusaha untuk mengikat.
Aku berusaha tak terlena pada rayuan yang datang silih berganti dari orang lain, tapi mengapa kau sibuk membagi dan memberikan kasih sayang pada orang yang kau sebut teman? Bukankah kita juga berawal dari sebuah pertemanan? Aku manusia egois, si keras kepala, dan susah untuk mengalah, aku bisa memberi toleransi untuk hal apapun, kecuali membagi perhatianmu pada orang lain.
Bukankah dalam sebuah hubungan yang paling penting adalah nyaman dan rasa percaya? Tapi sekarang kepercayaan itu mulai menipis dan sepertinya akan runtuh. Aku tidak tahu sejauh mana aku bisa bertahan dengan kesakitan. Kata orang jangan menjalin hubungan pada orang yang menganggap dirinya sebagai tuan dan kau budaknya. Aku mengakui jika aku terlampau bodoh untuk masih saja berada dalam dekapmu tapi meninggalkanmu juga bukan hal yang mudah, berjalan sejauh ini bersamamu adalah hal yang paling sulit untuk aku rusak begitu saja.
Aku juga telah berulang kali menyuruhmu untuk pergi dan menyudahi semua ini, tapi katamu itu tak akan pernah bisa kau lakukan. Jadi aku harus bagaimana lagi? Bertahan padamu pun rasanya sulit jika kau terus seperti itu. Jika seperti ini biarlah rasaku yang berubah dan perlahan mati untukmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar