Halo alienku, hahahah lucu yah aku masih menyebutmu dengan kata “alienku” padahal tidak ada ikatan antara kamu denganku seperti yang telah aku katakan sebelum-sebelumnya. Lama aku tidak menulis lagi tentangmu bukan karena rasaku telah pudar, namun aku takut justru semakin jatuh dalam pesonamu cielah. Banyak hal yang sebenarnya ingin aku ceritakan tentangnya, tentang sebuah hati yang ternyata sampai sekarang masih menjadi milikmu, tentang sebuah rasa yang aku simpan sendirian, luka, dan kamu semua masih tentang kamu.
Aku mengaku kalah dengan pesonamu kali ini, bahkan dengan suaramu saja mampu membuat jantungku seribu kali berdetak hebat tidak ada dokter yang tepat untuk menangani penyakitku ini. Kita memang sudah jarang berjumpa baik itu di kampus, ataupun di tempat-tempat yang dulu pernah aku menemuimu. Namun sekali kita bertemu diriku bergetar, hatiku meloncat, betapa gembiranya aku ketika melihatmu waktu itu, selesai aku shalat di musholla kulihat kamu berdiri di depanku dari jarak yang jauh lucu ketika kita ternyata berkunjung di tempat yang sama namun tidak ada yang menyapa sampai kamu memutuskan untuk pulang kamu hanya menyapaku sebentar saja dan itu membuatku senang tidak terhingga bila ada alat pengukurnya. Dibalik kata sapaanmu ada aku yang sibuk menata hatiku lagi.
Tidak sampai disitu saja frekuensi chattingan kita sudah tidak seperti dulu lagi entah kamu sibuk dengan penelitian serta skripsimu, disamping itu kamu beberapa kali menghubungiku dan aku bernada pura-pura tidur tapi tidak lama nyatanya aku tidak bisa berpura-pura jadilah kita obrolan hangat. Seperti semalam kamu menelponku katamu supaya sisa-sisa gratis telponmu tidak mubazir kasihan sekali aku. Aku hanya sisa di hidupmu, yang terkadang kamu ingat atau ingin sebenarnya kamu buang namun sayang aku sebagai pilihan terakhirmu. Semalam aku bernada cuek, memilih diam tidak lama kamu juga terdiam, kamu menyuruhku untuk mengangkat topik pembicaraan, bagaimana jika aku mengangkat topik soal hubungan kita? Apa kamu akan tetap melanjutkannya? Dan aku harus menerima resiko ternyata aku hanya sisa.
Kamu bercerita soal impianmu yang ingin jadi pasukan militer, selebihnya kenyataan tidak seperti harapanmu, ketika kamu bercerita seperti itu, aku ingin sekali menanyakan adakah aku dalam impianmu? Kamu menanyakan soal harapanku ke depan aku terdiam, aku bergulat dengan batinku bahwa harapanku itu bersama kamu, kini dan nanti namun logikaku cukup berperan dengan baik sehingga aku tidak mengatakan hal yang sebenarnya. Dan terlebih hatiku berserta jiwaku remuk saat kamu mengatakan ingin meninggalkan kampung halamanmu itu artinya aku tidak punya kesempatan apapun lagi untuk memperjuangkan rasaku. Kita bercerita banyak terkecuali soal rasaku untukmu, termasuk kamu yang menceritakan dan memberikan pilihan pendidikan untuk adik-adikmu, aku merasa mereka lebih beruntung dariku, mereka punya abang sepertimu yang sayang dan tulus kepada mereka. Aku bertanya soal kawanmu yang mengerjakan skripsinya juga.
Suatu saat nanti kita akan benar-benar terpisah oleh jarak, namun ketika itu terjadi apa aku mampu mengungkapkan rasaku kepadamu, tapi kupikir tidak akan berguna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar