RISTA FADILA
MINCERIANTI
NURAISYAH
RISAL
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM 5
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
BONE
MOTIVASI DALAM ORGANISASI
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Motivasi
Istilah
motivasi (Motivation) berasal dari
perkataan bahasa latin, yakni Movere,
yang berarti “menggerakkan”. (To Move).
[1]
Terdapat
banyak pengertian tentang motivasi. Di antaranya adalah Heller (1998:6) yang
menyatakan bahwa motivasi adalah keinginan untuk bertindak. Ada pendapat bahwa
motivasi adalah harus diinjeksi dari luar, tetapi sekarang semakin dipahami
bahwa setiap orang termotivasi oleh beberapa kekuatan yang berbeda. Di
pekerjaan kita perlu memengaruhi bawahan untuk menyelaraskan motivasinya dengan
kebutuhan orrganisasi.
Motivasi
merupakan proses psikologis yang membangkitkan dan mengarahkan perilaku pada
pencapaian tujuan goal-directed behavior (Kreitner
dan Kinicki, 2001: 205). Manajer perlu memahami proses psikologis ini apabila
mereka ingin berhasil membina pekerja menuju pada penyelesaian sasaran
organisasi.
Sedangkan
Robbins (2003: 156) menyatakan motivasi sebagai proses yang menyebabkan intensitas
(intensity), arah (direction), dan usaha terus-menerus (persistence) individu menuju pencapaian
tujuan. Intensitas menunjukkan seberapa keras seseorang berusaha. Tetapi
intensitas tinggi tidak mungkin mengarah pada hasil kinerja yang baik, kecuali
usaha dilakukan dalam arah yang menguntungkan organisasi. Karena harus dipertimbangkan
kualitas usaha intensitasnya. Motivasi mempunyai dimensi usaha terus-menerus.
Motivasi merupakan ukuran berapa lama seseorang dapat menjaga usaha mereka.
Individu yang termotivasi akan menjalankan tugas cukup lama untuk mencapai
tujuan mereka.
Sementara itu, Greenberg dan Baron (2003: 190)
berpendapat bahwa motivasi merupakan serangkaian proses yang membangkitkan (arouse), mengarahkan (direct), dan menjaga (maintain) perilaku manusia menuju pada
pencapaian tujuan. Membangkitkan berkaitan dengan dorongan atau energi di
belakang tindakan. Motivasi juga berkepentingan dengan pilihan yang dilakukan
orang dan arah perilaku mereka. Sedangkan perilaku menjaga atau memelihara
berapa lama orang akan terus berusaha untuk mencapai tujuan.
Dari pendapat-pendapat tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa motivasi merupakan dorongan terhadap serangkaian proses
perilaku manusia pada pencapaian tujuan. Sedangkan elemen yang terkandung dalam
motivasi meliputi unsur membangkitkan, mengarahkan, menjaga, menunjukkan
intensitas, bersifat terus-menerus dan adanya tujuan. [2]
B. Bentuk-bentuk
Motivasi
Bagi setiap individu sebenarnya memiliki motivasi
yang mampu menjadi spirit dalam memacu dan menumbuhkan semangat kerja dalam
bekerja. Spirit yang dimiliki oleh seseorang tersebut dapat bersumber dari
dirinya maupun dari luar, dimana kedua bentuk tersebut akan lebih baik jika
dua-duanya bersama-sama ikut menjadi pendorong motivasi seseorang. Motivasi
muncul dalam dua bentuk dasar, yaitu
1.
Motivasi
ekstrinsik (dari luar), dan
2.
Motivasi
intrinsik (dari dalam diri seseorang/kelompok).
Motivasi
ekstrinsik muncul dari luar diri seseorang. Kemudian selanjutnya mendorong
orang tersebut untuk membangun dan menumbuhkan semangat motivasi pada diri
orang tersebut untuk mengubah seluruh sikap yang dimiliki olehnya saat ini ke
arah yang lebih baik. Sedangkan motivasi intrinsik adalah motivasi yang muncul
dan tumbuh serta berkembang dalam diri orang tersebut, yang selanjutnya
kemudian mempengaruhi dia dalam melakukan sesuatu secara bernilai dan berarti. [3]
C. Pentingnya
Motivasi dalam Organisasi
Mengarahkan atau menggerakkan individu dalam organisasi untuk mau bekerja adalah suatu keahlian dan kemampuan dalam
memotivasi organisasi
tersebut. Berdasarkan tujuan yang ingin di capai, manusia akan termotivasi
oleh kebutuhan-kebutuhan yang dimilikinya, hal ini sejalan dengan Robins yang
mengemukakan bahwa “motivasi organisasi adalah kesediaan untuk
mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi yang
dikondisikan oleh kemampuan dalam memenuhi beberapa kebutuhan individual”. motivasi ini dapat juga dikatakan sebagai energi
untuk membangkitkan dorongan dan upaya dalam diri individu untuk mengatasi
segala tantangan dan hambatan dalam upaya mencapai tujuan. Seseorang yang
memiliki kebutuhan atau motivasi untuk berprestasi merupakan sumber daya manusia yang diperlukan dalam mencapai
keberhasilan. Oleh karena itu setiap orang yang memiliki kebutuhan akan
prestasi adalah pribadi yang dinamis, kreatif, partisipatif dan
optimistik dalam melakukan setiap perbuatan dalam belajar.
Motivasi sudah jelas sangat dibutuhkan dalam diri setiap orang, selain
untuk menghilangkan kejenuhan juga untuk bisa meraih segala sesuatu yang
dicita-citakannya. Secara individual upaya motivasi bisa dilakukan melalui upaya-upaya
mengontrol, menilai lalu memotivasi diri sendiri, namun adakalanya kesadaran
untuk memotivasi diri tidak muncul dalam diri seseorang karena itu diperlukan
motivasi eksternal yang bisa berasal dari keluarga, teman, guru dan lainnya.[4]
D. Teori Motivasi
Terkait dengan Kinerja
Kreiner
dan kinicki (2003: 202) membahas bahwa motivasi dapat diperoleh melalui:
1.
Needs (Kebutuhan)
Kebutuhan menunjukkan adanya kekurangan fisiologis
atau psikologis yang menimbulkan perilaku. Teori motivasi berdasarkan hierarki
kebutuhan dikemukakan Abraham Maslow yang menyatakan bahwa kebutuhan manusia
berjenjang dari physiological, safety,
social, esteem, and
self-actualization.
Implikasi dari teori Maslow menunjukkan
bahwa kebutuhan yang terpusatkan dapat kehilangan potensi motivasional.
Karenanya manajer disarankan memotivasi pekerja dengan memecah program aau
pelaksanaan, dimaksudkan untuk memuaskan kebutuhan yang baru muncul atau tidak
terpenuhi dalam menghadapi downsizing atau
pemberhentian yang menyebabkan stress dan ketidakamanan kerja, organisasi dapat
menjalankan program dukungan dan pemotongan upah untuk membantu pekerja
mengatasi perasaan, emosi, dan kepentingan finansial.
Sedangkan teori kebutuhan McClelland
menunjukkan adanya tiga kebutuhan, yaitu the
need for achievement (kebutuhan untuk berprestasi), the need for affiliation (kebutuhan akan afiliasi), dan the need for power (kebutuhan akan kekuasaan). Implikasi yang perlu
diperhatikan manajer adalah memberikan pelatihan yang dapat meningkatkan
motivasi berprestasi mereka. Selain itu, kebutuhan akan prestasi, afiliasi, dan
kekuasaan dapat dipertimbangkan dalam proses seleksi, untuk penepatan yang
lebih baik.
Orang dengan kebutuhan berprestasi
tinggi lebih tertarik pada perusahaan yang mempunyai lingkungan dimana
pembayaran diberikan berdasarkan kinerja. Akhirnya, manajer harus menciptakan
tugas atau tujuan menantang karena kebutuhan akan prestasi berhubungan secara
positif dengan komitmen pada tujuan, yang pada gilirannya memengaruhi kinerja.
Selanjutnya, tujuan menantang harus disertai dengan lingkungan kerja yang lebih
mempunyai otonomi dan pemberdayaan pekerja menggunakan karakteristik high-achievers.
2.
Job Design ( Desain
Pekerjaan )
Job design adalah mengubah
konten dan/atau proses pekerjaan spesifik untuk meningkatkan kepuasan kerja dan
kinerja. Metode yang dipergunakan untuk desain kerja adalah scientific management (manajemen
saintifik), job enlargement
(perluasan kerja), job rotation
(rotasi kerja), dan job enrichment
(pengkayaan kerja).
Scientific management dikembangkan
Frederick Taylor dengan menggunakan time
and task study untuk mempertimbangkan cara yang paling efisien dan aman
untuk melakukan pekerjaan. Sebagai konsekuensinya pekerjaan menjadi
spesialisasi dan terstandar. Teknik ini menjadi awal pengembangan teknologi assembly line.
Merancang
pekerjaan dengan manajemen saintifik mengandung konsekuensi positif maupun
negative. Sebagai konsekuensi positifnya, efesiensi dan produktivitas pekerja
meningkat. Di sisi lain, pekerjaan yang disederhanakan dan berulang membuat
ketidakpuasan kerja, kesehatan mental buruk, tingkat stress tinggi dan
rendahnya perasaan penyelesaian dan pertumbuhan pribadi. Prinsip manajemen
saintifik tidak mengaplikasikan profesional
knowledge workers, dan tidak konsisten dengan kecenderungan memberdayakan
pekerja dan tim kerja. Konsekuensi negatif ini memperkuat jalan pada
pengembangan job design lainnya.
Job enlargement berkaitan
dengan membuat lebih banyak variasi dalam pekerjaan dengan mengombinasikan
tugas terpesialisasi dengan tingkat kesulitan berimbang. Banyak pendapat yang
mengatakan hal ini sebagai horizontally
loading the job. Pendukung dari job enlargement
menyatakan bahwa dapat memperbaiki kepuasan pekerja, motivasi, dan kualitas
produksi. Sayangnya, penelitian menunjukkan bahwa job enlagement tidak mempunyai dampak positif signifikan dan
berakhir pada kinerja. Rekomendasinya adalah menggunakan job enlagement sebagai dari pendekatan yang lebih luas yang
menggunakan teknik multiple job design.
Job rotation merupakan
memindahkan pekerja dari satu pekerjaan spesialisasi ke lainnya. Daripada hanya
mengerjakan satu pekerjaan, pekerja dilatih dan diberi kesempatan mengerjakan
dua atau lebih pekerjaan berbeda atas dasar rotasi. Dengan melakukan rotasi
dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lain, manajer berkeyakinan dapat menstimulasi
minat dan motivasi, sambil memberi pekerja perspektif organisasi yang lebih
luas. Keuntungan lain dari job rotation
adalah meningkatnya fleksibilitas pekerja dan mempermudah penyusunan skedul
karena pekerja diberi cross training
untuk melakukan pekerjaan berbeda. pada gilirannya, cross training memerlukan pekerja belajar keterampilan baru yang
dapat membantu mereka meningkatkan mobilitas.
Job enrichment merupakan
aplikasi praktis dari teori motivator-hygiene
Frederick Herzberg tentang kepuasan kerja. Motivator
merupakan karakteristik pekerjaan dihubungkan dengan kepuasan kerja. Sedang hygiene factors merupakan karakteristik
pekerjaan dihubungkan dengan ketidakpuasan kerja. Job enrichment adalah membangun prestasi, rekognisi, menstimulasi
pekerjaan, tanggung jawab dan kemajuan dalam pekerjaan. Karakteristik ini
disatukan ke dalam pekerjaan melalui vertical
loading.
Daripada
memberi pekerja tambahan tugas dengan kesulitan sama (horizontal loading), vertical
loading memberi pekerja tanggung jawab lebih banyak.
3.
Satisfaction (kepuasan)
Motivasi
kerja individual berhubungan dengan kepuasan kerja. Kepuasan kerja adalah
respons bersifat memengaruhi terhadap berbagai segi pekerjaan seseorang.
Definisi ini mengandung pengertian bahwa kepuasan kerja bukanlah konsep
kesatuan. Orang yang relatif puas dengan
satu aspek pekerjaannya dan tidak puas dengan satu atau lebih aspek lainnya,
karena terdapat hubungan dinamis antara motivasi dengan kepuasan kerja, maka
perlu dipahami penyebab kepuasan kerja dan konsekuensi dari kepuasan kerja.
Terdapat
lima model utama kepuasan kerja yang menunjukkan penyebab kepuasan kerja, yaitu
need fulfillment (pemenuhan
kebutuhan), discrepancies
(ketidaksesuaian), value attainment
(pencapaian nilai), equity
(keadilan), dan dispositional/genetic
components (komponen watak/genetik).
Sedangkan
konsekuensi kepuasan kerja ditunjukkan oleh korelasinya dengan motivasi,
pelibatan kerja, organizational
citizenship behavior, komitmen organisasional ketidakhadiran, pergantian,
perasaan stress, dan kinerja.
4.
Equity (keadilan)
Equity theory adalah model
motivasi yang menjelaskan bagaimana orang mangejar kejujuran dan keadilan dalam
pertukaran sosial, atau hubungan memberi dan menerima. Komponen utama terkait
dalam pertukaran antara employee-employer
adalah inputs dan outcomes. Sebagai inputs adalah pekerja, untuk mana mereka mengharapkan hasil, termasuk
pendidikan, pengalaman, keterampilan, dan usaha. Di sisi outcomes dari pertukaran, organisasi mengusahakan pembayaran,
tunjangan tambahan, dan rekognisi, outcomes
ini bervariasi sangat luas, tergantung pada organisasi dan tingkatannya.
Terdapat
beberapa pelajaran yang dapat diperoleh dari equity theory. (1) teori keadilan memberikan pelajaran kepada
manajer tentang bagaimana keyakinan dan sikap memengaruhi kinerja. Kita sangat
termotivasi untuk memperbaiki situasi ketika gagasan kita tentang kejujuran dan
keadilan dilukai. (2) menekankan perlunya bagi manajer memberikan perhatian
pada persepsi pekerja tentang apa yang jujur dan adil. Bagaimanapun kejujuran
berpikir manajer tentang kebijakan organisasi, prosedur, dan sistem reward, persepsi keadilan setiap pekerja
harus diperhitungkan. Orang merespons secara negatif ketika mereka merasakan
ketidakadilan organisasional dan interpersonal. (3) manajer mendapatkan manfaat
dengan memberikan kesempatan kepada pekerja penting. (4) pekerja harus diberi
peluang mempertimbangkan keputusan meningkatkan keyakinan bahwa manajemen
memperlakukan pekerja secara jujur. Pada gilirannya, persepsi perlakuan jujur
meningkatkan kepuasan kerja dan komitmen organisasi dan membantu mengurangi
ketidakhadiran dan pergantian. (5) pekerja lebih mungkin menerima dan mendukung
perubahan apabila mereka percaya diimpelementasikan secara jujur dan
menghasilkan manfaat yang adil. (6) manajer dapat meningkatkan kerja sama dan teamwork diantara anggota kelompok
dengan memperlakukan mereka secara jujur. (7) memerlukan pekerja secara tidak
adil dapat mengarah pada proses pengadilan dan biaya siding yang mahal. Pekerja
menolak keadilan di pekerjaan lebih mungkin mengarah pada arbitrasi atau
pengadilan. (8) manajer perlu memberi perhatian pada iklim organisasi untuk
keadilan. Iklim organisasi untuk keadilan secara signifikan memengaruhi
kepuasan kerja.
Manajer
dapat berusaha mengikuti implikasi praktis ini dengan monitoring persepsi
terhadap keadilan melalui percakapan informal, interview, atau survai sikap.
5.
Expectation (Harapan)
Expectancy theory berpandangan
bahwa orang berperilaku termotivasi dengan cara yang menghasilkan manfaat yang
dihargai. Dalam expectancy theory,
persepsi memegang peran sentral karena menekankan kemampuan kognitif untuk
mengantisipasi kemungkinan konsekuensi perilaku. Biasanya expentancy theory dapat dipergunakan untuk memprediksi perilaku
dalam situasi di mana pilihan antara dua alternatif atau lebih harus dilakukan.
Victor
Vroom mengemukakan adanya tiga konsep kunci, yaitu expectancy, instrumentality,dan valence. Expectancy adalah merupakan keyakinan individu bahwa tingkat usaha
tertentu akan diikuti oleh tingkat kinerja tertentu. Instrumentality merupakan keyakinan orang bahwa hasil tertentu
adalah tergantung pada tingkat kinerja spesifik. Sedangkan valence menunjukkan nilai positif atau negatif yang ditempatkan
orang pada hasil. Valence
mencerminkan preferensi pribadi kita. Kebanyakan pekerja mempunyai valence positif atas penerimaan tambahan
uang atau rekognisi. Sebaliknya, stres kerja dan diberhentikan akan menjadi valence negatif bagi banyak individu.
Implikasi
expectancy theory bagi manajer
adalah: (1) mempertimbangkan nilai hasil pekerja, (2) mengidentifikasi kinerja
baik sehingga perilaku yang sesuai dapat diberi penghargaan, (3) memastikan
bahwa pekerja dapat mencapai tingkat kinerja yang ditargetkan, (4)
menghubungkan hasil yang diharapkan pada tingkat kinerja yang ditargetkan, (5)
memastikan bahwa perubahan dalam hasil cukup besar untuk memotivasi usaha
besar,dan (6) memonitor ketidakadilan dalam sistem penghargaan.
Sedangkan
implikasi bagi organisasi adalah: (1) menghargai orang untuk kinerja yang
diharapkan dan tidak membuat keputusan pengupahan sebagai rahasia, (2)
merancang pekerjaan menantang, (3) mengikat beberapa penghargaan pada
penyelesaian kelompok untuk membangun teamwork
dan mendorong kerja sama, (4) memberikan penghargaan pada manajer atas
penciptaan, monitoring, dan memelihara harapan ,instrumentalitas, dan hasil
yang mengarah pada usaha besar dan pencapaian tujuan, (5) memonitor motivasi
pekerja melalui wawancara atau kuesioner tanpa nama, dan (6) mengkomodasi
perbedaan individual dengan membangun fleksibilitas ke dalam program motivasi
(Kreitner and Kinicki, 2001:251).
6.
Goal Setting (Penetapan
Tujuan)
Tujuan
adalah apa yang diusahakan untuk dicapai individu, merupakan objek atau tujuan
dari suatu tindakan. Dampak motivasional dari tujuan kinerja dan reward plan telah dikenal sejak lama.
Antara lain dikemukakan Frederick Taylor yang secara ilmiah menciptakan berapa
banyak pekerjaan dengan kualitas tertentu seorang individu harus ditugaskan
setiap hari. Ia mengusulkan bahwa bonus didasarkan pada penyelesaian standar
output. Kemudian goal setting berkembang menjadi management by objectives, suatu sistem manajemen yang menghubungkan
prastisipasi dalam pengambilan keputusan, penetapan tujuan, dan umpan balik.
Menurut
locke, goal setting mempunyai empat
mekanisme motivasional, yaitu: (1) Goals
direct attention. Tujuan yang secara pribadi bermakna cenderung memfokus
pada suatu perhatian pada apa yang
relevan dan penting. (2) Goals regulate
effort. Tidak hanya tujuan membuat kita mengerti secara selektif, mereka
juga memotivasi kita untuk bertindak.
Deadline
penyelesaian proyek memaksa kita menyelesaikannya. Tingkat usaha dikeluarkan
secara proporsional dengan kesulitan tujuan, (3) Goals increase persistence. Ketekunan merupakan usaha yang
dikeluarkan pada tugas selama perpanjangan periode waktu. Orang yang tekun
cenderung melihat hambatan sebagai tantangan yang harus diatasi daripada
sebagai alasan untuk gagal. (4) Goals
foster strategies and action plans. Tujuan dapat membantu karena tujuan
mendorong orang mengembangkan strategi dan rencana aksi yang memungkinkan
mencapai tujuan mereka (Kreitner and Kinicki, 2001:251).
Teori
motivasi yang terkait dengan kinerja dikemukakan pula oleh Armstrong (2009:38).
Proses manajemen kinerja dapat memotivasi orang untuk memperbaiki kinerja
mereka dan mengembangkan kapabilitas. Teori motivasi yang terkait dengan
kinerja dibahas di bawah ini.
a.
Reinforcement
theory.
Teori penguatan menyatakan bahwa keberhasilan mencapai tujuan dan penghargaan
bertindak sebagai insentif dan penguat positif perilaku sukses, yang berulang
di waktu yang akan datang apabila kebutuhan yang sama timbul.
b.
Expectancy
theory.
Menurut teori harapan, motivasi hanya mungkin apabila terjadi hubungan yang
jelas dirasakan dan dapat dipergunakan antara kinerja dan outcomes, dan
outcomes dilihat sebagai sarana untuk memuaskan kebutuhan.
c.
Self-efficacy
theory.
Efikasi diri mengindikasikan bahwa motivasi diri akan secara langsung
dihubungkan dengan self-belief atau
keyakinan individu yang memungkinkan mereka dapat menyelesaikan tugas tertentu
atau belajar sesuatu. Tujuan penting manajemen kinerja adalah meningkatkan self-afficacy dengan memberi individu
peluang mempertimbangkan dan mendiskusikan dengan manajer mereka tentang
bagaimana mereka dapat melakukan lebih banyak. Tetapi tanggung jawabnya adalah
pada manajer untuk mendorong keyakinan diri dalam pikiran kereka yang diajak
mendiskusikan kinerja dan pengembangan.
d.
Social learning
theory.
Social learning mengombinasikan aspek pengetahuan dan teori harapan. Teori ini
mengenal penting konsep dasar penguatan sebagai penentu perilaku masa depan,
tetapi juga menekankan pentingnya faktor psikologis internal, terutama harapan
tentang nilai tujuan dan kemampuan individu untuk mencapainya.
e.
Attribution
theory.
Teori atribusi berkepentingan dengan bagaimana orang menjelaskan kinerja
mereka. Tipe penjelasan yang dapat dipergunakan untuk memperhatikan
keberhasilan atau kegagalan adalah: kemapuan, usaha, kesulitan tugas, situasi,
dan nasib baik. Apabila keberhasilan atau kegagalan dijelaskan dalam ukuran
usaha, maka motivasi tinggi akan mengikuti. Tetapi sebaiknya apabila kegagalan
untuk mencapai dijelaskan dalam ukuran kesulitan tugas, hasilnya mungkin
kehilangan motivasi.
f.
Role modeling. Orang dapat
dimotivasi dengan dasar perilaku mereka pada model peran, yaitu seseorang yang
pendekatannya dalam bekerja dan kemampuannya menjalankan segala sesuatu
memberikan inspirasi. Keadaan ini menciptakan keinginan untuk mengikuti contoh
yang diberikan oleh model, manajer dan pemimpin tim dapat berfungsi kinerja
dapat berfungsi sebagai model peran, dan manajemen kinerja dapat meningkatkan
proses dengan dialog dan coaching.[5]
E. Teknik Membangun
Motivasi
Teknik memotivasi harus dapat memastikan bahwa
lingkungan di mana mereka bekerja memenuhi sejumlah kebutuhan manusia yang
penting. Beberapa cara perlu dilakukan untuk dapat memotivasi.
1.
Menilai
sikap
Adalah penting bagi manajer untuk
memahami sikap mereka terhadap bawahannya. Pikiran mereka dipengaruhi oleh
pengalaman mereka dan akan membentuk cara bagaimana berperilaku terhadap semua
orang yang dijumpai.
Kekuatan yang mendorong manajer secara
kuat memengaruhi perilaku motivasional. Karena itu penting untuk memahami
asumsi dan prioritas, memberi perhatian terutama pada ambisi pribadi dan
organisasi, sehingga dapat memotivasi orang lain dengan efektif. Apabila kita
mengutamakan pekerjaan, maka kita akan sangat termotivasi dan karier kita akan
mendapat keuntungan dan keberhasilan. Tetapi keberhasilan bukan hanya sekedar
mencapai sasaran tugas, tetapi juga tentang membangun tim yang kreatif dan
efisien yang akan berhasil, bahkan meskipun kita tidak berada di tempat. Untuk
itu, gaya ‘share and collaborate’
mungkin lebih efektif daripada metode ‘command
and control’ yang lebih bersifat otoriter.
2.
Menjadi Manajer yang Baik
Manajer sering mengikuti kursus-kursus
mempelajari kepemimpinana, tepati good
leaders (Pemimpin yang baik), tidak perlu menjadi good managers ( manajer yang baik). Kepemimpinan hanya satu bahagia
untuk menjadi manajer, dan manajer sukses memerlukan keterampilan kepemimpinan,
sedangkan kemampuan lainnya sama pentingnya (Heller, 1998:18).
Seorang manajer yang baik mempunyai
karakteristik (a) mempunyai komitmen untuk bekerja, (b) melakukan kolaborasi
dengan bawahan, (c) mempercaya orang, (d) loyal pada teman sekerja, dan (e)
menghindari ‘‘politik kantor’’.
3.
Memperbaiki
Komunikasi
Komunikasi antar manajer dengan bawahan
dilakukan dengan menyediakan informasi secara akurat dan detail secepat
mungkin. Informasi menyangkut apa yang ingin diberitahukan manajer maupun apa
yang ingin mereka ketahui. Beberapa alat komunikasi dapat di pergunakan seperti
elektronik, pertemuan, jurnalisme internal, internal marketing, papan
pengumuman, dan telepon
Sistem manajemen terbuka memfasilitasi pertukaran informasi
dan pandangan di antara tim, memungkinkan manajer dan bawahan bekerja bersama
secara efektif. Bawahan perlu dijaga agar selalu mendapat informasi, karena
tanpa informasi dirasakan sebagai ketidakpastian yang pada gilirannya membuat
demotifasi.
Manajemen yang motivasional mendorong
dan membina diskusi tentang keterlibatan dan kontribusi bawahan lebih lanjut.
Diskusi dapat dilakukan secara formal maupun informal. Perlu dibuka kesempatan
untuk menyampaikan pendapat berbeda yang sering menghasilkan konsensus.
Apabilah
manajer tidak sependapat perlu
dijelaskan alasannya. Berkomunikasi dan berpikir sangat penting untuk manajemen
motivasional. Manajer harus dapat menyediakan waktu untuk melakukan komunikasi
dengan menegur bawahan. Untuk memotivasi, manajer perlu terlihat oleh bawahan,
dapat dihubungi dan terkesan tidak terburu-buru.
Untuk memotivasi anggota tim perlu
melibatkan terkena pengaruh dari keputusan manajer. Melibatkan pekerja pada
tahap awal akan mendorong semua anggota tim merasa bahwa mereka dapat membuat
perbedaan. Yang paling penting adalah bahwa manajer tidak boleh terlibat dalam
politik kantor. Mereka harus mengonsetrasikan diri pada mengomunikasikan secara
jelas maksud pesan yang disampaikan dan tidak memberi kesempatan deviasi dari
perilaku.
4.
Menciptakan
budaya tidak menyalahkan
Setiap orang yang mempunyai tanggung
jawab harus dapat menerima kegagalan. Tetapi untuk memotivasi secara efektif
diperlukan ‘budaya tidak menyalahkan’. Kesalahan harus di kenal, dan kemudian
menggunakan untuk memperbaiki kesempatan keberhasilan dimasa yang akan datang.
Pelajaran dari kegagalan adalah sangat
berharga, tidak hanya bagi individu yang terlibat tetapi juga bagi organisasi.
Mengambil sikap konstruktif dan simpatik pada kegagalan akan memotivsi dan
mendorong bawahan. Menghukum kegagalan atau memotivasi berdasar ketakutan,
tidak akan menciptakan keberhasilan jangka panjang.
5.
Memenangkan
kerja sama
Komponen dasar dari lingkungan
motivasional adalah kerja sama, yang harus diberikan manajer kepada bawahan dan
sebaliknya diharapkan dari mereka. Adalah penting mengawasi dan mendukung
bawahan, namun perlu dipastikan tidak merusak motivasi di tempat pekerjaan.
Apabila bawahan meyakini bahwa manajer
menghalangi jalur kariernya, maka akan cepat menjadi demotivasi. Sebagai
pekerjaan manajer adalah memperkuat karier mereka sehingga harus menekankan pentingnya
menjaga yang sangat baik. Dalam memberikan dukungan perlu diingat bahwa kita
tidak boleh memberikan janji yang tidak mungkin kita berikan.
Memberikan insentif yang murah atau
mudah adalah cara yang sederhana dan penting untuk memenangkan dan memelihara
kerja sama. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara menyampaikan pengakuan di
depan publik, memberi penghargaan tertulis, dan melalui pertemuan yang
meningkatkan moral.
6.
Mendorong
inisiatif
Tanda yang pasti untuk motivasi tinggi
adalah banyaknya inisiatif. Kemampuan mengambil inisiatif tergantung pada
pemberdayaan dan lingkungan yang mengenal kontribusi. Semakin banyak kita
mengharapkan orang, semakin banyak mereka memberi, selama kita mendukungnya.
Untuk itu orang perlu diberi kesempatan
menggunakan inisiatifnya sendiri. Apabila mungkin. Semua bawahan perlu diberi
dorongan untuk mencapainya dengan menetapkan target tinggi tetapi realistik.[6]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Motivasi merupakan dorongan terhadap serangkaian
proses perilaku manusia pada pencapaian tujuan. Seadangkan elemen yang
terkandung dalam motivasi meliputi unsur membangkitkan, mngarahkan, menjaga,
menunjukkan intensitas, bersifat terus-menerus dan adanya tujuan.
Motivasi muncul dalam dua bentuk dasar, yaitu
1.
Motivasi
ekstrinsik (dari luar), dan
2.
Motivasi
intrinsik (dari dalam diri seseorang/kelompok).
Berdasarkan
tujuan yang ingin di capai, manusia akan termotivasi oleh kebutuhan-kebutuhan
yang dimilikinya, hal ini sejalan dengan Robins yang mengemukankan bahwa “motivasi organisasi adalah kesediaan untuk
mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi yang
dikondisikan oleh kemampuan dalam memenuhi beberapa kebutuhan individual”.
Kreiner
dan kinicki (2003: 202) membahas bahwa motivasi dapat diperoleh melalui:
1.
Needs (Kebutuhan)
2.
Job Design ( Desain
Pekerjaan )
3.
Satisfaction (kepuasan)
4.
Equity (keadilan)
5.
Expectation (Harapan)
6.
Goal Setting (Penetapan
Tujuan)
Beberapa
cara perlu dilakukan untuk dapat memotivasi.
1.
Menilai
sikap
2.
Menjadi Manajer yang Baik
3.
Memperbaiki
Komunikasi
4.
Menciptakan
budaya tidak menyalahkan
5.
Memenangkan
kerja sama
6.
Mendorong
inisiatif
B. Saran
Dalam
penulisan makalah ini penulis menyadari masih jauh dari kesempurnaan, masih
banyak terdapat kesalahan-kesalahan, baik dalam bahasanya, materi dan
penyusunannya. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik, saran dan
masukan yang dapat membangun penulisan makalah ini.
DAFTAR RUJUKAN
Fahmi, Irham. Perilaku Organisasi; Teori, Aplikasi, dan
Kasus. Cet. I; Bandung: Alfabeta, 2013.
Winardi, J. Motivasi
& Pemotivasian dalam Manajemen. Cet. II; Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2002.
Wibowo.
Manajemen Kinerja. Cet. XII; Depok:
Rajawali Pers, 2017.
Ishani,
“Motivasi dalam Organisasi”, dalam https://duniapendidikanaceh.blogspot.com/2016/11/motivasi-dalam
organisasi.html,
01 November 2019.
[1]J. Winardi, Motivasi & Pemotivasian dalam Manajemen (Cet. II; Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2002), h. 1.
[2] Wibowo, Manajemen Kinerja (Cet. XII; Depok: Rajawali Pers, 2017), h.
322-323.
[3] Irham Fahmi, Perilaku Organisasi; Teori, Aplikasi, dan
Kasus (Cet. I; Bandung: Alfabeta, 2013), h. 107-108.
[4]Ishani, “Motivasi dalam
Organisasi”, dalam
[5] Wibowo, Manajemen Kinerja, h. 331-339.
[6] Wibowo, Manajemen Kinerja, h. 324-327.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar