Rabu, 04 Desember 2019

MAKALAH MOTIVASI DALAM ORGANISASI




RISTA  FADILA
MINCERIANTI
NURAISYAH
RISAL
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM 5
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
BONE
MOTIVASI DALAM ORGANISASI

BAB II
PEMBAHASAN
A.  Definisi Motivasi
Istilah motivasi (Motivation) berasal dari perkataan bahasa latin, yakni Movere, yang berarti “menggerakkan”. (To Move). [1]
Terdapat banyak pengertian tentang motivasi. Di antaranya adalah Heller (1998:6) yang menyatakan bahwa motivasi adalah keinginan untuk bertindak. Ada pendapat bahwa motivasi adalah harus diinjeksi dari luar, tetapi sekarang semakin dipahami bahwa setiap orang termotivasi oleh beberapa kekuatan yang berbeda. Di pekerjaan kita perlu memengaruhi bawahan untuk menyelaraskan motivasinya dengan kebutuhan orrganisasi.
Motivasi merupakan proses psikologis yang membangkitkan dan mengarahkan perilaku pada pencapaian tujuan goal-directed behavior (Kreitner dan Kinicki, 2001: 205). Manajer perlu memahami proses psikologis ini apabila mereka ingin berhasil membina pekerja menuju pada penyelesaian sasaran organisasi.
Sedangkan Robbins (2003: 156) menyatakan motivasi sebagai proses yang menyebabkan intensitas (intensity), arah (direction), dan usaha terus-menerus (persistence) individu menuju pencapaian tujuan. Intensitas menunjukkan seberapa keras seseorang berusaha. Tetapi intensitas tinggi tidak mungkin mengarah pada hasil kinerja yang baik, kecuali usaha dilakukan dalam arah yang menguntungkan organisasi. Karena harus dipertimbangkan kualitas usaha intensitasnya. Motivasi mempunyai dimensi usaha terus-menerus. Motivasi merupakan ukuran berapa lama seseorang dapat menjaga usaha mereka. Individu yang termotivasi akan menjalankan tugas cukup lama untuk mencapai tujuan mereka.
Sementara itu, Greenberg dan Baron (2003: 190) berpendapat bahwa motivasi merupakan serangkaian proses yang membangkitkan (arouse), mengarahkan (direct), dan menjaga (maintain) perilaku manusia menuju pada pencapaian tujuan. Membangkitkan berkaitan dengan dorongan atau energi di belakang tindakan. Motivasi juga berkepentingan dengan pilihan yang dilakukan orang dan arah perilaku mereka. Sedangkan perilaku menjaga atau memelihara berapa lama orang akan terus berusaha untuk mencapai tujuan.
Dari pendapat-pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan dorongan terhadap serangkaian proses perilaku manusia pada pencapaian tujuan. Sedangkan elemen yang terkandung dalam motivasi meliputi unsur membangkitkan, mengarahkan, menjaga, menunjukkan intensitas, bersifat terus-menerus dan adanya tujuan. [2]

B.  Bentuk-bentuk Motivasi
Bagi setiap individu sebenarnya memiliki motivasi yang mampu menjadi spirit dalam memacu dan menumbuhkan semangat kerja dalam bekerja. Spirit yang dimiliki oleh seseorang tersebut dapat bersumber dari dirinya maupun dari luar, dimana kedua bentuk tersebut akan lebih baik jika dua-duanya bersama-sama ikut menjadi pendorong motivasi seseorang. Motivasi muncul dalam dua bentuk dasar, yaitu
1.      Motivasi ekstrinsik (dari luar), dan
2.      Motivasi intrinsik (dari dalam diri seseorang/kelompok).
Motivasi ekstrinsik muncul dari luar diri seseorang. Kemudian selanjutnya mendorong orang tersebut untuk membangun dan menumbuhkan semangat motivasi pada diri orang tersebut untuk mengubah seluruh sikap yang dimiliki olehnya saat ini ke arah yang lebih baik. Sedangkan motivasi intrinsik adalah motivasi yang muncul dan tumbuh serta berkembang dalam diri orang tersebut, yang selanjutnya kemudian mempengaruhi dia dalam melakukan sesuatu secara bernilai dan berarti. [3]
C.  Pentingnya Motivasi dalam Organisasi
Mengarahkan atau menggerakkan individu dalam organisasi untuk mau bekerja adalah suatu keahlian dan kemampuan dalam memotivasi organisasi tersebut. Berdasarkan tujuan yang ingin di capai, manusia akan termotivasi oleh kebutuhan-kebutuhan yang dimilikinya, hal ini sejalan dengan Robins yang mengemukakan bahwa motivasi organisasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan dalam memenuhi beberapa kebutuhan individual. motivasi ini dapat juga dikatakan sebagai energi untuk membangkitkan dorongan dan upaya dalam diri individu untuk mengatasi segala tantangan dan hambatan dalam upaya mencapai tujuan. Seseorang yang memiliki kebutuhan atau motivasi untuk berprestasi merupakan sumber daya manusia yang diperlukan dalam mencapai keberhasilan. Oleh karena itu setiap orang yang memiliki kebutuhan akan prestasi adalah pribadi yang dinamis, kreatif, partisipatif dan optimistik dalam melakukan setiap perbuatan dalam belajar.
Motivasi sudah jelas sangat dibutuhkan dalam diri setiap orang, selain untuk menghilangkan kejenuhan juga untuk bisa meraih segala sesuatu yang dicita-citakannya. Secara individual upaya motivasi bisa dilakukan melalui upaya-upaya mengontrol, menilai lalu memotivasi diri sendiri, namun adakalanya kesadaran untuk memotivasi diri tidak muncul dalam diri seseorang karena itu diperlukan motivasi eksternal yang bisa berasal dari keluarga, teman, guru dan lainnya.[4]
D.  Teori Motivasi Terkait dengan Kinerja
Kreiner dan kinicki (2003: 202) membahas bahwa motivasi dapat diperoleh melalui:
1.   Needs (Kebutuhan)
Kebutuhan menunjukkan adanya kekurangan fisiologis atau psikologis yang menimbulkan perilaku. Teori motivasi berdasarkan hierarki kebutuhan dikemukakan Abraham Maslow yang menyatakan bahwa kebutuhan manusia berjenjang dari physiological, safety, social, esteem, and self-actualization.
Implikasi dari teori Maslow menunjukkan bahwa kebutuhan yang terpusatkan dapat kehilangan potensi motivasional. Karenanya manajer disarankan memotivasi pekerja dengan memecah program aau pelaksanaan, dimaksudkan untuk memuaskan kebutuhan yang baru muncul atau tidak terpenuhi dalam menghadapi downsizing atau pemberhentian yang menyebabkan stress dan ketidakamanan kerja, organisasi dapat menjalankan program dukungan dan pemotongan upah untuk membantu pekerja mengatasi perasaan, emosi, dan kepentingan finansial.
Sedangkan teori kebutuhan McClelland menunjukkan adanya tiga kebutuhan, yaitu the need for achievement (kebutuhan untuk berprestasi), the need for affiliation (kebutuhan akan afiliasi), dan the need for power (kebutuhan akan kekuasaan). Implikasi yang perlu diperhatikan manajer adalah memberikan pelatihan yang dapat meningkatkan motivasi berprestasi mereka. Selain itu, kebutuhan akan prestasi, afiliasi, dan kekuasaan dapat dipertimbangkan dalam proses seleksi, untuk penepatan yang lebih baik.
Orang dengan kebutuhan berprestasi tinggi lebih tertarik pada perusahaan yang mempunyai lingkungan dimana pembayaran diberikan berdasarkan kinerja. Akhirnya, manajer harus menciptakan tugas atau tujuan menantang karena kebutuhan akan prestasi berhubungan secara positif dengan komitmen pada tujuan, yang pada gilirannya memengaruhi kinerja. Selanjutnya, tujuan menantang harus disertai dengan lingkungan kerja yang lebih mempunyai otonomi dan pemberdayaan pekerja menggunakan karakteristik high-achievers.
2.    Job Design ( Desain Pekerjaan )
Job design adalah mengubah konten dan/atau proses pekerjaan spesifik untuk meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja. Metode yang dipergunakan untuk desain kerja adalah scientific management (manajemen saintifik), job enlargement (perluasan kerja), job rotation (rotasi kerja), dan job enrichment (pengkayaan kerja).
Scientific management dikembangkan Frederick Taylor dengan menggunakan time and task study untuk mempertimbangkan cara yang paling efisien dan aman untuk melakukan pekerjaan. Sebagai konsekuensinya pekerjaan menjadi spesialisasi dan terstandar. Teknik ini menjadi awal pengembangan teknologi assembly line.
Merancang pekerjaan dengan manajemen saintifik mengandung konsekuensi positif maupun negative. Sebagai konsekuensi positifnya, efesiensi dan produktivitas pekerja meningkat. Di sisi lain, pekerjaan yang disederhanakan dan berulang membuat ketidakpuasan kerja, kesehatan mental buruk, tingkat stress tinggi dan rendahnya perasaan penyelesaian dan pertumbuhan pribadi. Prinsip manajemen saintifik tidak mengaplikasikan profesional knowledge workers, dan tidak konsisten dengan kecenderungan memberdayakan pekerja dan tim kerja. Konsekuensi negatif ini memperkuat jalan pada pengembangan job design lainnya.
Job enlargement berkaitan dengan membuat lebih banyak variasi dalam pekerjaan dengan mengombinasikan tugas terpesialisasi dengan tingkat kesulitan berimbang. Banyak pendapat yang mengatakan hal ini sebagai horizontally loading the job. Pendukung dari job enlargement menyatakan bahwa dapat memperbaiki kepuasan pekerja, motivasi, dan kualitas produksi. Sayangnya, penelitian menunjukkan bahwa job enlagement tidak mempunyai dampak positif signifikan dan berakhir pada kinerja. Rekomendasinya adalah menggunakan job enlagement sebagai dari pendekatan yang lebih luas yang menggunakan teknik multiple job design.
Job rotation merupakan memindahkan pekerja dari satu pekerjaan spesialisasi ke lainnya. Daripada hanya mengerjakan satu pekerjaan, pekerja dilatih dan diberi kesempatan mengerjakan dua atau lebih pekerjaan berbeda atas dasar rotasi. Dengan melakukan rotasi dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lain, manajer berkeyakinan dapat menstimulasi minat dan motivasi, sambil memberi pekerja perspektif organisasi yang lebih luas. Keuntungan lain dari job rotation adalah meningkatnya fleksibilitas pekerja dan mempermudah penyusunan skedul karena pekerja diberi cross training untuk melakukan pekerjaan berbeda. pada gilirannya, cross training memerlukan pekerja belajar keterampilan baru yang dapat membantu mereka meningkatkan mobilitas.
Job enrichment merupakan aplikasi praktis dari teori motivator-hygiene Frederick Herzberg tentang kepuasan kerja. Motivator merupakan karakteristik pekerjaan dihubungkan dengan kepuasan kerja. Sedang hygiene factors merupakan karakteristik pekerjaan dihubungkan dengan ketidakpuasan kerja. Job enrichment adalah membangun prestasi, rekognisi, menstimulasi pekerjaan, tanggung jawab dan kemajuan dalam pekerjaan. Karakteristik ini disatukan ke dalam pekerjaan melalui vertical loading.
Daripada memberi pekerja tambahan tugas dengan kesulitan sama (horizontal loading), vertical loading memberi pekerja tanggung jawab lebih banyak.
3.    Satisfaction (kepuasan)
Motivasi kerja individual berhubungan dengan kepuasan kerja. Kepuasan kerja adalah respons bersifat memengaruhi terhadap berbagai segi pekerjaan seseorang. Definisi ini mengandung pengertian bahwa kepuasan kerja bukanlah konsep kesatuan. Orang yang relatif  puas dengan satu aspek pekerjaannya dan tidak puas dengan satu atau lebih aspek lainnya, karena terdapat hubungan dinamis antara motivasi dengan kepuasan kerja, maka perlu dipahami penyebab kepuasan kerja dan konsekuensi dari kepuasan kerja.
Terdapat lima model utama kepuasan kerja yang menunjukkan penyebab kepuasan kerja, yaitu need fulfillment (pemenuhan kebutuhan), discrepancies (ketidaksesuaian), value attainment (pencapaian nilai), equity (keadilan), dan dispositional/genetic components (komponen watak/genetik).
Sedangkan konsekuensi kepuasan kerja ditunjukkan oleh korelasinya dengan motivasi, pelibatan kerja, organizational citizenship behavior, komitmen organisasional ketidakhadiran, pergantian, perasaan stress, dan kinerja.
4.    Equity (keadilan)
Equity theory adalah model motivasi yang menjelaskan bagaimana orang mangejar kejujuran dan keadilan dalam pertukaran sosial, atau hubungan memberi dan menerima. Komponen utama terkait dalam pertukaran antara employee-employer adalah inputs dan outcomes. Sebagai inputs adalah pekerja, untuk mana mereka mengharapkan hasil, termasuk pendidikan, pengalaman, keterampilan, dan usaha. Di sisi outcomes dari pertukaran, organisasi mengusahakan pembayaran, tunjangan tambahan, dan rekognisi, outcomes ini bervariasi sangat luas, tergantung pada organisasi dan tingkatannya.
Terdapat beberapa pelajaran yang dapat diperoleh dari equity theory. (1) teori keadilan memberikan pelajaran kepada manajer tentang bagaimana keyakinan dan sikap memengaruhi kinerja. Kita sangat termotivasi untuk memperbaiki situasi ketika gagasan kita tentang kejujuran dan keadilan dilukai. (2) menekankan perlunya bagi manajer memberikan perhatian pada persepsi pekerja tentang apa yang jujur dan adil. Bagaimanapun kejujuran berpikir manajer tentang kebijakan organisasi, prosedur, dan sistem reward, persepsi keadilan setiap pekerja harus diperhitungkan. Orang merespons secara negatif ketika mereka merasakan ketidakadilan organisasional dan interpersonal. (3) manajer mendapatkan manfaat dengan memberikan kesempatan kepada pekerja penting. (4) pekerja harus diberi peluang mempertimbangkan keputusan meningkatkan keyakinan bahwa manajemen memperlakukan pekerja secara jujur. Pada gilirannya, persepsi perlakuan jujur meningkatkan kepuasan kerja dan komitmen organisasi dan membantu mengurangi ketidakhadiran dan pergantian. (5) pekerja lebih mungkin menerima dan mendukung perubahan apabila mereka percaya diimpelementasikan secara jujur dan menghasilkan manfaat yang adil. (6) manajer dapat meningkatkan kerja sama dan teamwork diantara anggota kelompok dengan memperlakukan mereka secara jujur. (7) memerlukan pekerja secara tidak adil dapat mengarah pada proses pengadilan dan biaya siding yang mahal. Pekerja menolak keadilan di pekerjaan lebih mungkin mengarah pada arbitrasi atau pengadilan. (8) manajer perlu memberi perhatian pada iklim organisasi untuk keadilan. Iklim organisasi untuk keadilan secara signifikan memengaruhi kepuasan kerja.
Manajer dapat berusaha mengikuti implikasi praktis ini dengan monitoring persepsi terhadap keadilan melalui percakapan informal, interview, atau survai sikap.
5.    Expectation (Harapan)
Expectancy theory berpandangan bahwa orang berperilaku termotivasi dengan cara yang menghasilkan manfaat yang dihargai. Dalam expectancy theory, persepsi memegang peran sentral karena menekankan kemampuan kognitif untuk mengantisipasi kemungkinan konsekuensi perilaku. Biasanya expentancy theory dapat dipergunakan untuk memprediksi perilaku dalam situasi di mana pilihan antara dua alternatif atau lebih harus dilakukan.
Victor Vroom mengemukakan adanya tiga konsep kunci, yaitu expectancy, instrumentality,dan valence. Expectancy adalah merupakan keyakinan individu bahwa tingkat usaha tertentu akan diikuti oleh tingkat kinerja tertentu. Instrumentality merupakan keyakinan orang bahwa hasil tertentu adalah tergantung pada tingkat kinerja spesifik. Sedangkan valence menunjukkan nilai positif atau negatif yang ditempatkan orang pada hasil. Valence mencerminkan preferensi pribadi kita. Kebanyakan pekerja mempunyai valence positif atas penerimaan tambahan uang atau rekognisi. Sebaliknya, stres kerja dan diberhentikan akan menjadi valence negatif bagi banyak individu.
Implikasi expectancy theory bagi manajer adalah: (1) mempertimbangkan nilai hasil pekerja, (2) mengidentifikasi kinerja baik sehingga perilaku yang sesuai dapat diberi penghargaan, (3) memastikan bahwa pekerja dapat mencapai tingkat kinerja yang ditargetkan, (4) menghubungkan hasil yang diharapkan pada tingkat kinerja yang ditargetkan, (5) memastikan bahwa perubahan dalam hasil cukup besar untuk memotivasi usaha besar,dan (6) memonitor ketidakadilan dalam sistem penghargaan.
Sedangkan implikasi bagi organisasi adalah: (1) menghargai orang untuk kinerja yang diharapkan dan tidak membuat keputusan pengupahan sebagai rahasia, (2) merancang pekerjaan menantang, (3) mengikat beberapa penghargaan pada penyelesaian kelompok untuk membangun teamwork dan mendorong kerja sama, (4) memberikan penghargaan pada manajer atas penciptaan, monitoring, dan memelihara harapan ,instrumentalitas, dan hasil yang mengarah pada usaha besar dan pencapaian tujuan, (5) memonitor motivasi pekerja melalui wawancara atau kuesioner tanpa nama, dan (6) mengkomodasi perbedaan individual dengan membangun fleksibilitas ke dalam program motivasi (Kreitner and Kinicki, 2001:251).
6.    Goal Setting (Penetapan Tujuan)
Tujuan adalah apa yang diusahakan untuk dicapai individu, merupakan objek atau tujuan dari suatu tindakan. Dampak motivasional dari tujuan kinerja dan reward plan telah dikenal sejak lama. Antara lain dikemukakan Frederick Taylor yang secara ilmiah menciptakan berapa banyak pekerjaan dengan kualitas tertentu seorang individu harus ditugaskan setiap hari. Ia mengusulkan bahwa bonus didasarkan pada penyelesaian standar output. Kemudian goal setting berkembang menjadi management by objectives, suatu sistem manajemen yang menghubungkan prastisipasi dalam pengambilan keputusan, penetapan tujuan, dan umpan balik.
Menurut locke, goal setting mempunyai empat mekanisme motivasional, yaitu: (1) Goals direct attention. Tujuan yang secara pribadi bermakna cenderung memfokus pada  suatu perhatian pada apa yang relevan dan penting. (2) Goals regulate effort. Tidak hanya tujuan membuat kita mengerti secara selektif, mereka juga memotivasi kita untuk bertindak.
Deadline penyelesaian proyek memaksa kita menyelesaikannya. Tingkat usaha dikeluarkan secara proporsional dengan kesulitan tujuan, (3) Goals increase persistence. Ketekunan merupakan usaha yang dikeluarkan pada tugas selama perpanjangan periode waktu. Orang yang tekun cenderung melihat hambatan sebagai tantangan yang harus diatasi daripada sebagai alasan untuk gagal. (4) Goals foster strategies and action plans. Tujuan dapat membantu karena tujuan mendorong orang mengembangkan strategi dan rencana aksi yang memungkinkan mencapai tujuan mereka (Kreitner and Kinicki, 2001:251).
Teori motivasi yang terkait dengan kinerja dikemukakan pula oleh Armstrong (2009:38). Proses manajemen kinerja dapat memotivasi orang untuk memperbaiki kinerja mereka dan mengembangkan kapabilitas. Teori motivasi yang terkait dengan kinerja dibahas di bawah ini.
a.       Reinforcement theory. Teori penguatan menyatakan bahwa keberhasilan mencapai tujuan dan penghargaan bertindak sebagai insentif dan penguat positif perilaku sukses, yang berulang di waktu yang akan datang apabila kebutuhan yang sama timbul.
b.      Expectancy theory. Menurut teori harapan, motivasi hanya mungkin apabila terjadi hubungan yang jelas dirasakan dan dapat dipergunakan antara kinerja dan outcomes, dan outcomes dilihat sebagai sarana untuk memuaskan kebutuhan.
c.       Self-efficacy theory. Efikasi diri mengindikasikan bahwa motivasi diri akan secara langsung dihubungkan dengan self-belief atau keyakinan individu yang memungkinkan mereka dapat menyelesaikan tugas tertentu atau belajar sesuatu. Tujuan penting manajemen kinerja adalah meningkatkan self-afficacy dengan memberi individu peluang mempertimbangkan dan mendiskusikan dengan manajer mereka tentang bagaimana mereka dapat melakukan lebih banyak. Tetapi tanggung jawabnya adalah pada manajer untuk mendorong keyakinan diri dalam pikiran kereka yang diajak mendiskusikan kinerja dan pengembangan.
d.      Social learning theory. Social learning mengombinasikan aspek pengetahuan dan teori harapan. Teori ini mengenal penting konsep dasar penguatan sebagai penentu perilaku masa depan, tetapi juga menekankan pentingnya faktor psikologis internal, terutama harapan tentang nilai tujuan dan kemampuan individu untuk mencapainya.
e.       Attribution theory. Teori atribusi berkepentingan dengan bagaimana orang menjelaskan kinerja mereka. Tipe penjelasan yang dapat dipergunakan untuk memperhatikan keberhasilan atau kegagalan adalah: kemapuan, usaha, kesulitan tugas, situasi, dan nasib baik. Apabila keberhasilan atau kegagalan dijelaskan dalam ukuran usaha, maka motivasi tinggi akan mengikuti. Tetapi sebaiknya apabila kegagalan untuk mencapai dijelaskan dalam ukuran kesulitan tugas, hasilnya mungkin kehilangan motivasi.
f.       Role modeling. Orang dapat dimotivasi dengan dasar perilaku mereka pada model peran, yaitu seseorang yang pendekatannya dalam bekerja dan kemampuannya menjalankan segala sesuatu memberikan inspirasi. Keadaan ini menciptakan keinginan untuk mengikuti contoh yang diberikan oleh model, manajer dan pemimpin tim dapat berfungsi kinerja dapat berfungsi sebagai model peran, dan manajemen kinerja dapat meningkatkan proses dengan dialog dan coaching.[5]

E.  Teknik Membangun Motivasi
Teknik  memotivasi harus dapat memastikan bahwa lingkungan di mana mereka bekerja memenuhi sejumlah kebutuhan manusia yang penting. Beberapa cara perlu dilakukan untuk dapat memotivasi.
1.      Menilai sikap
Adalah penting bagi manajer untuk memahami sikap mereka terhadap bawahannya. Pikiran mereka dipengaruhi oleh pengalaman mereka dan akan membentuk cara bagaimana berperilaku terhadap semua orang yang dijumpai.
Kekuatan yang mendorong manajer secara kuat memengaruhi perilaku motivasional. Karena itu penting untuk memahami asumsi dan prioritas, memberi perhatian terutama pada ambisi pribadi dan organisasi, sehingga dapat memotivasi orang lain dengan efektif. Apabila kita mengutamakan pekerjaan, maka kita akan sangat termotivasi dan karier kita akan mendapat keuntungan dan keberhasilan. Tetapi keberhasilan bukan hanya sekedar mencapai sasaran tugas, tetapi juga tentang membangun tim yang kreatif dan efisien yang akan berhasil, bahkan meskipun kita tidak berada di tempat. Untuk itu, gaya ‘share and collaborate’ mungkin lebih efektif daripada metode ‘command and control’ yang lebih bersifat otoriter.
2.      Menjadi  Manajer yang Baik
Manajer sering mengikuti kursus-kursus mempelajari kepemimpinana, tepati good leaders (Pemimpin yang baik), tidak perlu menjadi good managers ( manajer yang baik). Kepemimpinan hanya satu bahagia untuk menjadi manajer, dan manajer sukses memerlukan keterampilan kepemimpinan, sedangkan kemampuan lainnya sama pentingnya (Heller, 1998:18).
Seorang manajer yang baik mempunyai karakteristik (a) mempunyai komitmen untuk bekerja, (b) melakukan kolaborasi dengan bawahan, (c) mempercaya orang, (d) loyal pada teman sekerja, dan (e) menghindari ‘‘politik kantor’’.
3.      Memperbaiki Komunikasi
Komunikasi antar manajer dengan bawahan dilakukan dengan menyediakan informasi secara akurat dan detail secepat mungkin. Informasi menyangkut apa yang ingin diberitahukan manajer maupun apa yang ingin mereka ketahui. Beberapa alat komunikasi dapat di pergunakan seperti elektronik, pertemuan, jurnalisme internal, internal marketing, papan pengumuman, dan telepon
Sistem manajemen  terbuka memfasilitasi pertukaran informasi dan pandangan di antara tim, memungkinkan manajer dan bawahan bekerja bersama secara efektif. Bawahan perlu dijaga agar selalu mendapat informasi, karena tanpa informasi dirasakan sebagai ketidakpastian yang pada gilirannya membuat demotifasi.
Manajemen yang motivasional mendorong dan membina diskusi tentang keterlibatan dan kontribusi bawahan lebih lanjut. Diskusi dapat dilakukan secara formal maupun informal. Perlu dibuka kesempatan untuk menyampaikan pendapat berbeda yang sering menghasilkan konsensus.
Apabilah manajer tidak sependapat  perlu dijelaskan alasannya. Berkomunikasi dan berpikir sangat penting untuk manajemen motivasional. Manajer harus dapat menyediakan waktu untuk melakukan komunikasi dengan menegur bawahan. Untuk memotivasi, manajer perlu terlihat oleh bawahan, dapat dihubungi dan terkesan tidak terburu-buru.
Untuk memotivasi anggota tim perlu melibatkan terkena pengaruh dari keputusan manajer. Melibatkan pekerja pada tahap awal akan mendorong semua anggota tim merasa bahwa mereka dapat membuat perbedaan. Yang paling penting adalah bahwa manajer tidak boleh terlibat dalam politik kantor. Mereka harus mengonsetrasikan diri pada mengomunikasikan secara jelas maksud pesan yang disampaikan dan tidak memberi kesempatan deviasi dari perilaku.
4.      Menciptakan budaya tidak menyalahkan
Setiap orang yang mempunyai tanggung jawab harus dapat menerima kegagalan. Tetapi untuk memotivasi secara efektif diperlukan ‘budaya tidak menyalahkan’. Kesalahan harus di kenal, dan kemudian menggunakan untuk memperbaiki kesempatan keberhasilan dimasa yang akan datang.
Pelajaran dari kegagalan adalah sangat berharga, tidak hanya bagi individu yang terlibat tetapi juga bagi organisasi. Mengambil sikap konstruktif dan simpatik pada kegagalan akan memotivsi dan mendorong bawahan. Menghukum kegagalan atau memotivasi berdasar ketakutan, tidak akan menciptakan keberhasilan jangka panjang.
5.      Memenangkan kerja sama
Komponen dasar dari lingkungan motivasional adalah kerja sama, yang harus diberikan manajer kepada bawahan dan sebaliknya diharapkan dari mereka. Adalah penting mengawasi dan mendukung bawahan, namun perlu dipastikan tidak merusak motivasi di tempat pekerjaan.
Apabila bawahan meyakini bahwa manajer menghalangi jalur kariernya, maka akan cepat menjadi demotivasi. Sebagai pekerjaan manajer adalah memperkuat karier mereka sehingga harus menekankan pentingnya menjaga yang sangat baik. Dalam memberikan dukungan perlu diingat bahwa kita tidak boleh memberikan janji yang tidak mungkin kita berikan.
Memberikan insentif yang murah atau mudah adalah cara yang sederhana dan penting untuk memenangkan dan memelihara kerja sama. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara menyampaikan pengakuan di depan publik, memberi penghargaan tertulis, dan melalui pertemuan yang meningkatkan moral.
6.      Mendorong inisiatif
Tanda yang pasti untuk motivasi tinggi adalah banyaknya inisiatif. Kemampuan mengambil inisiatif tergantung pada pemberdayaan dan lingkungan yang mengenal kontribusi. Semakin banyak kita mengharapkan orang, semakin banyak mereka memberi, selama kita mendukungnya.
Untuk itu orang perlu diberi kesempatan menggunakan inisiatifnya sendiri. Apabila mungkin. Semua bawahan perlu diberi dorongan untuk mencapainya dengan menetapkan target tinggi tetapi realistik.[6]





BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Motivasi merupakan dorongan terhadap serangkaian proses perilaku manusia pada pencapaian tujuan. Seadangkan elemen yang terkandung dalam motivasi meliputi unsur membangkitkan, mngarahkan, menjaga, menunjukkan intensitas, bersifat terus-menerus dan adanya tujuan.
Motivasi muncul dalam dua bentuk dasar, yaitu
1.      Motivasi ekstrinsik (dari luar), dan
2.      Motivasi intrinsik (dari dalam diri seseorang/kelompok).
Berdasarkan tujuan yang ingin di capai, manusia akan termotivasi oleh kebutuhan-kebutuhan yang dimilikinya, hal ini sejalan dengan Robins yang mengemukankan bahwa motivasi organisasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan dalam memenuhi beberapa kebutuhan individual.
Kreiner dan kinicki (2003: 202) membahas bahwa motivasi dapat diperoleh melalui:
1.      Needs (Kebutuhan)
2.      Job Design ( Desain Pekerjaan )
3.      Satisfaction (kepuasan)
4.      Equity (keadilan)
5.      Expectation (Harapan)
6.      Goal Setting (Penetapan Tujuan)

Beberapa cara perlu dilakukan untuk dapat memotivasi.
1.      Menilai sikap
2.      Menjadi  Manajer yang Baik
3.      Memperbaiki Komunikasi
4.      Menciptakan budaya tidak menyalahkan
5.      Memenangkan kerja sama
6.      Mendorong inisiatif

B.  Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari masih jauh dari kesempurnaan, masih banyak terdapat kesalahan-kesalahan, baik dalam bahasanya, materi dan penyusunannya. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik, saran dan masukan yang dapat membangun penulisan makalah ini.





DAFTAR RUJUKAN
Fahmi, Irham. Perilaku Organisasi; Teori, Aplikasi, dan Kasus. Cet. I; Bandung: Alfabeta, 2013.
Winardi, J.  Motivasi & Pemotivasian dalam Manajemen. Cet. II; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002.
Wibowo. Manajemen Kinerja. Cet. XII; Depok: Rajawali Pers, 2017.
Ishani, “Motivasi dalam Organisasi”, dalam https://duniapendidikanaceh.blogspot.com/2016/11/motivasi-dalam organisasi.html, 01 November 2019.


[1]J. Winardi, Motivasi & Pemotivasian dalam Manajemen (Cet. II; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 1.
[2] Wibowo, Manajemen Kinerja (Cet. XII; Depok: Rajawali Pers, 2017), h. 322-323.
[3] Irham Fahmi, Perilaku Organisasi; Teori, Aplikasi, dan Kasus (Cet. I; Bandung: Alfabeta, 2013), h. 107-108.
[4]Ishani, “Motivasi dalam Organisasi”, dalam
[5] Wibowo, Manajemen Kinerja, h. 331-339.
[6] Wibowo, Manajemen Kinerja, h. 324-327.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Resah dan Dilema

  Hai, untuk kali ini biarlah jari-jari sibuk mengetikkan namamu kukelabui dengan sebutan "Dia". Entah aku akan memulai dari mana ...