“Tipelogi
Kepemimpinan”
Mata Kuliah
Kepemimpinan Pendidikan
Oleh kelompok 4
Ashar Zaini 02173099
Mincerianti 02173093
Manajemen
Pendidikan Islam Kelompok 5 Semester 3
Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Bone
I.
PEMBAHASAN
A. Tipe-tipe kepemimpinan
1. Berdasarkan gaya
a.
Kepemimpinan
otokratis
Gaya
Kepemimpinan Otokratis, yaitu gaya kepemimpinan yang menggunakan kekuatan
jabatan dan kekuatan pribadi secara otoriter, melakukan sendiri semua
perencanaan tujuan dan pembuatan keputusan dan memotivasi bawahan dengan cara
paksaan, sanjungan, kesalahan dan penghargaan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Dilihat
dari persepsinya seorang pemimpin yang otokratik adalah seorang yang sangat
egois. Seorang pemimpin yang otoriter akan menunjukkan sikap yang menonjol
”keakuannya”.
Seorang pemimpin yang otokratis ingin memperlihatkan kekuasaannya dan ingin
berkuasa. Ia berpendapat bahwa tanggung jawabnya sebagai pemimpin besar sekali.
Hanya dialah yang bertanggung jawab dalam kepemimpinannya, maju mundurnya
sekolah yang dipimpinnya sangat bergantung kepadanya. Sehubungan dengan itu, dengan bekerja keras,
teliti, dan tertib, ia menghendaki dan mengharapkan agar bawahannya juga harus
bekerja keras dan bersungguh-sungguh. Ia takut dan cemas kalau pekerjaan yang
dilakukan bawahannya tidak sesuai yang diharapkannya. Oleh sebab itu pengawasannya
sangat ketat.
Suasana
di sekolah sealu tegang, intruksi-intruksi yang diberikan harus dipatuhi,
dialah yang membuat peraturan yang harus ditaati, dia pula yang mengawasi dan menilai pekerjaan
bawahannya. Guru-guru tidak diberi kesempatan untuk berinisiatif dan mengembangkan
daya kreatifnya, dia sangat menentukan apa yang harus dikerjakan dan bagaimana
cara mengerjakannnya. Apa menurut pendapatnya benar itulah yang benar, pendapat
itu tidak dapat dibantah oleh guru-guru.
b.
Kepemimpinan
Pseudo-Demokratis
Seorang
pemimpin yang bersifat pseudo-demokratis sering memakai “topeng”. Ia pura-pura
memperlihatkan sifat demokratis di dalam kepemimpinannya, ia memberi hak dan
kuasa kepada guru-guru untuk menetapkan dan memutuskan sesuatu, tetapi
sesungguhnya ia bekerja dengan perhitungan. Ia mengatur siasat agar kemauannya
terwujud kelak.
Dengan
tingkah laku, bahasa yang dipakai, dan sikapnya, ia ingin memberi kesan bahwa ia adalah
pemimpin yang sungguh-sungguh demokratis. Demikian pula dengan pekerjaan di
sekolah, ia berusaha supaya di dalam pergaulan disenangi dan disegani. Ia
sangat sopan dan sealluingin memberi pertolongan kepada bawahannya. Jika
diminta; tetapi sifat-sifat dan sikap itu ditonjolkan dengan maksud supaya mendapat
kepercayaan dari pihak guru yang dikasihinya.
Masalah-masalah
yang dihadapi di sekolah diperbincangkan terlebih dahulu dengan guru-guru yang
berpengaruh sebelum dibawa ke dalam sidang dewan gutru-guru. Ia yakin bahwa
setiap usul yang bertentangan dengan perbincangan dan putusan bersama guru-guru
itu pasti akan ditolak di dalam rapat. Acara rapat dewan guru disusun oleh
suatu panitia yang bekerja sama dengan kepala sekolah. di dalam rapat ia banyak
memberi kesempatan kepada guru untuk mengemukakan pendapat dan saran.
c.
Kepimpinan
Laissez-Faire
Pemimpin
yang bersifat laisses-Faire menghendaki supaya bawahannya diberikan banyak
kebebasan. Ia berpendapat “biarlah guru-guru bekerja sesuka hatinya,
berinisiatif dan menurut kebijaksanaan sendiri. Berikan kepercayaan kepada
mereka, hargailah usaha-usaha mereka masing-masing, jangan menghalang-halangi
mereka dalma pekerjaan, dan mereka tidak usah diawasi dalam melaksanakan tugas.
Segala sesuatu pasti akan beres.”
Ia
yakin bahwa guru-guru akan bekerja dengan kegembiraan. Pemimpin tipe ini
bekerja tanpa rencana. Dia berpendapat bahwa suatu rencana akan mengekang
kebebasan guru, oleh karena itu bimbingan pun tidak diberikan kepada mereka.
Karena ia membiarkan guru-guru bekerja sesuka hatinya, pekerjaan mereka tentu
tidak teratur. Karena pekerjaan guru tidak teratur, pekerjaan secara
keseluruhan di sekolah itu umumnya juga sangat tidak teratur dan kacau balau.
d.
Kepemimpinan
demokratis
Kepemimpinan
gaya demokratis adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara berbagai kegiatan yang
akan dilakukan ditentukan bersama antara pimpinan dan bawahan.
Macam
kepemimpinan yang baik sesuai dewasa ini ialah kepemimpinan demokratis. Semua
guru di sekolah bekerja untuk mencapai tujuan bersama. Semua putusan diambil
melalui musyawarah dan mufakat serta harus ditaati. Pemimpin menghormati dan
menghargai pendapat tiap-tiap guru dan memberi kesempatan kepada guru-guru
untuk mengembangkan inisiatif dan daya kreatifnya. Pemimpin mendorong guru-guru
dalam hal mengembangkan keterampilannya bertalian dengan usaha-usaha mereka
untuk mencoba suatu metode yang baru, misalnya metode yang akan mendatangkan
manfaat bagi perkembangan pendidikan dan pengajaran di sekolah.
Pemimpin
demokratis tidak melaksanakan tugasnya sendiri. Ia bersifat bijksana di dalam
pembagian pekerjaan dan tanggung jawab. Dapat dikatakan bahwa tanggung jawab
terletak pada pundak dewan guru seluruhnya termasuk pemimpin sekolah. ia
bersifat ramah-tamah dan selalu bersedia memolong bawahannya dengan memberi nasihat,
anjuran, serta petunjuk jika dibutuhkan. Ia menginginkan supaya guru-gurunya
maju dan berusaha mencapai kesuksesan dalam usaha mereka masing-masing. Di
dalam kepemimpinannya, ia berusaha
supaya bawahannya kelak dapat menjalankan tugasnya sebagai pemimpin.
Di
bawah kepemimpinannya guru-guru bekerja dengan suka cita untuk memajukan
pendidikan sekolah. Semua pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan rencana yang
telah dipikirkan dan disepakati bersama. Akhirnya, terciptalah suasana
kekeluargaan yang sehat dengan menyenangkan. Pemimpin sekolah dianggap sebagai
seorang bapak, saudara, atau kakak yang dapat menempatkan diri sesuai dengan
kondisi dan keadaan lingkungannya.
e.
Kepimimpinan
kharismatik
Kepemimpinan
kharismatik (charismatic leadership): Kharisma diartikan “keadaan atau bakat
yang dihubungkan dengan kemampuan yang luar biasa dalam hal kepemimpinan
seseorang untuk membangkitkan pemujaan dan rasa kagum dari masyarakat terhadap
dirinya” atau atribut kepemimpinan yang didasarkan atas kualitas kepribadian individu.
Tipe
kepemimpinan karismatik dapat diartikan sebagai kemampuan menggunakan
keistimewaan atau kelebihan sifat kepribadian dalam mempengaruhi pikiran,
perasaan dan tingkah laku orang lain, sehingga dalam suasana batin mengagumi
dan mengagungkan pemimpin bersedia berbuat sesuatu yang dikehendaki oleh
pemimpin. Pemimpin disini dipandang istimewa karena sifat-sifat kepribadiannya
yang mengagumkan dan berwibawa. Dalam kepribadian itu pemimpin diterima dan
dipercayai sebagai orang yang dihormati, disegani, dipatuhi dan ditaati secara
rela dan ikhlas. Kepemimpinan kharismatik menginginkan anggota organisasi
sebagai pengikutnya untuk mengadopsi pandangan pemimpin tanpa atau dengan
sedikit mungkin perubahan.
2. Berdasarkan Kondisi Sosio-Psikologis
a. Pemimpin Kelompok (Leader of Crowds)
Dalam
kamus New World of Dictionary (1956) crowd diartikan sebagai “an assembly of
persons in close proximity or densely packed together and may suggest lack of
order, loss of personal identity, etc”. Dengan demikian, crowd adalah
sekumpulan atau sekelompok orang yang berkerumun, di mana pada kelompok itu
tidak ada identitas personal dan aturan yang terstruktur. Oleh karena tidak ada
identitas diri maka kelompok atau kerumunan ini biasanya mudah disugesti atau
diprovokasi untuk melakukan suatu kegiatan atau tindakan tertentu.
Tipe
pemimpin ini pertama kali diperkenalkan oleh LeBon (1897, dikutip Bass, 1990).
Menurut LeBon pemimpin kelompok adalah seseorang yang mampu secara persuasif
meyakinkan, mendorong sampai dengan memaksa, dan menggerakkan sekumpulan orang
sehingga orang-orang tersebut sepenuhnya bersedia mengikuti kemauannya atau
bersedia melakukan tindakan atau kegiatan tertentu yang diinginkannya.
Pada
perkembangan berikutnya, Conway (1915, dikutip Bass, 1990) membagi pemimpin
kelompok ini ke dalam 3 (tiga) jenis seperti berikut:
1)
Crowd
compeller, yaitu pemimpin kelompok yang menggerakkan sekumpulan orang dengan
cara memaksa mereka mengikuti perintahnya.
2)
Crowd
exponent, yaitu pemimpin kelompok yang menggerakkan sekumpulan orang dengan
cara memberi contoh atau teladan.
3)
Crowd
representative, yaitu pemimpin kelompok yang menggerakkan sekumpulan orang
dengan cara menyuarakan aspirasi orang-orang tersebut atau menjadi representasi
mereka.
b. Pemimpin Siswa/Mahasiswa (Student Leaders)
Dalam kehidupan sehari-hari,
pemimpin ini biasa kita kenal dengan nama ketua OSIS untuk tingkat siswa dan
Ketua Senat atau Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) untuk tingkat mahasiswa.
Secara garis besar, ada 5 (lima) jenis pemimpin siswa/mahasiswa sebagai
berikut.
1) The
explorer president, yaitu pemimpin siswa/mahasiswa yang senang
memperkenalkan sesuatu yang baru dan menyusun program-program kegiatan yang
menantang.
2) The
take charge president, yaitu pemimpin siswa/mahasiswa yang senang mengambil
tanggung jawab untuk menyelesaikan masalah-masalah besar yang dihadapi.
3)
The organization
president,
yaitu pemimpin siswa/mahasiswa yang senang mengelola organisasi sesuai aturan
dan selalu berusaha menegakkan aturan yang berlaku.
4)
the moderators, yaitu pemimpin
siswa/mahasiswa yang egaliter, selalu mendiskusikan terlebih dahulu dengan
seluruh anggota mengenai semua masalah yang dihadapi dan pemecahan masalah yang
akan diambil.
5)
The standard
bearers,
yaitu pemimpin siswa/mahasiswa yang memimpin organisasinya sesuai apa adanya
ketika dia menduduki posisi pemimpin pada organisasi tersebut tanpa ada upaya
untuk mengubah atau mengembangkannya.
c. Pemimpin Publik (Public Leaders)
Tipe pemimpin ini banyak
dipengaruhi oleh tipe pemimpin yang pertama kali diperkenalkan oleh Pluto.
Menurut Pluto, dilihat dari pemunculannya, pemimpin publik ada 3
(tiga) jenis seperti di bawah ini:
1) Timocratic,
yaitu pemimpin publik yang berkuasa atau naik menjadi pemimpin karena dia
adalah figur yang dihormati atau berasal dari keluarga terhormat dan menjadi
kebanggaan publik.
2) Plutocratic,
yaitu pemimpin publik yang berkuasa karena populer atau sangat disenangi
publik.
3) Tyrannical,
yaitu pemimpin publik yang menjadi pemimpin karena koersi atau paksaan
yang bisa dilakukan melalui kudeta, penjajahan, dan sebagainya.
d. Pemimpin Perempuan (Women Leaders)
Dulu,
masyarakat umum memandang perempuan sebagai simbol kecantikan dan pengarah mode
pakaian, meskipun pada kenyataannya sudah banyak sekali perubahan yang terjadi
pada kaum perempuan. Saat ini, perempuan sudah berkiprah dan mengisi
pekerjaan-pekerjaan pada masyarakat seperti halnya kaum laki-laki.
Meskipun
sudah lama dan sudah banyak pemimpin perempuan, masyarakat masih melekatkan
stereotip negatif pada pemimpin perempuan. Hammer (1978, dikutip Bass, 1990)
mencatat adanya 4 (empat) stereotip negatif tersebut seperti di bawah ini:
1)
The earth mother; pemimpin
perempuan selalu memperlakukan anak buahnya laiknya anak-anaknya yang perlu
dirawat dan disuapi sehingga seolah-olah tidak memiliki kepercayaan kepada anak
buahnya.
2)
The manipulator; pemimpin
perempuan senang memanipulasi orang lain dengan menggunakan keperempuanannya
atau kecantikannya.
3)
The workaholic; pemimpin
perempuan tidak mampu mendelegasikan wewenang dan tanggung jawab, semuanya
cenderung dikerjakan sendiri walaupun sebagai risikonya dia harus bekerja
sampai larut malam, bahkan berhari-hari tidak pulang ke rumah.
4)
The egalitarian; pemimpin
perempuan tidak suka menunjukkan kekuasaannya, tetapi lebih suka menganggap
anak buahnya sebagai teman atau kolega.
3. Berdasarkan kepribadian
a. Extrovert
- Introvert
Orang yang memiliki
kecenderungan tipe kepribadian extrovert lebih terbuka, senang berteman,
dan menyukai aktivitas fisik yang bervariasi. Orang yang memiliki kecenderungan
kepribadian introvert sebaliknya, lebih cenderung tertutup, suka bekerja
sendiri atau hanya dengan sedikit orang, dan lebih menyukai aktivitas nonfisik
yang bersifat ide atau konsep.
b. Sensing
- Intuitive
Orang yang memiliki kecenderungan tipe
kepribadian sensing lebih berorientasi pada fakta, sesuatu yang pasti,
dan detil. Sementara orang yang memiliki kecenderungan tipe kepribadian intuitive
lebih suka hal-hal yang bersifat ide, konsep, dan sesuatu yang bersifat
mungkin.
c. Thinking
- Feeling
Orang yang memiliki
kecenderungan tipe kepribadian thinking lebih suka sesuatu yang
rasional, logis, dan senang menganalisis. Sementara orang yang cenderung bertipe
feeling lebih menilai tinggi perasaan dan harmoni.
d. Judging - Perceiving
Orang yang
memiliki kecenderungan tipe kepribadian judging lebih suka mengambil
keputusan secara cepat untuk segera berpindah pada masalah lainnya. Orang
yang bertipe kepribadian perceiving lebih suka menunda pengambilan
keputusan untuk memperoleh solusi yang lebih tepat.
B. Syarat Pemimpin Pendidikan
Sifat-sifat
apa yang perlu dimiliki pemimpin pendidikan? Sesuai dengan the personal qualities theory of leadrship yan telah dibicarakan, diantara banyak ahli
yang sudah mengadakan penyeledikan dalam bidang ini, ada yang mengemukakan
empat, enam, delapan, sepuluh, dua belas, empat belas, dan ada juga dua ratus
sifat yang harus dimiliki seorang pemimpin. Hasil penyelidikan Tead (1935) dianggap penting bagi kepimpinan
pendidikan. Ia menyarankan sifat
pemimpin sebagai berikut:
1.
Memiliki
kesehatan jasmaniah dan rohaniah yang baik.
2.
Berpegang
teguh pada tujuan yang hendak dicapai.
3.
Bersemangat.
4.
Jujur.
5.
Cakap
dalma memberi bimbingan.
6.
Cepat
serta bijaksana dalam mengambil keputusan.
7.
Cerdas.
8.
Cakap
dalam hal mengajar dan menaruh kepercayaan kepada yang baik dan berusaha
mencapainya.
Arti bekerja
dalam lapan pendidikan, pendidikan dan pengajaran semata-mata bekerja dengan
dan untuk orang lain. bekerja sama merupakan suatu bagian yang penting sekali
dalam kehidupan.
Kebersamaan itu
merupakan warisan dari nenek moyang
bangsa indonesia yang telah ditegaskan dalam falsafah negara kita Pancasila.
Kebersamaan itu harus diwujudkan oleh orang yang merasa terpanggil untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai pemimpin pendidikan. Jika seorang
pemimpin pendidikan bekerja sama dengan bawahannya secara efektif, maka akan
tumbuh dan berkembang profesionalisme dan hubungan pribadi (personal
relationships) yang sangat dibutuhkan di dalma pelaksanaan tugas. Dalam
pelaksanaan tugas setiap hari, pemimpin pendidikan dan yang dipimpin selalu
berhadapan langsung. Dengan demikian, hubungan pribadi itu dapat meningkat
menjadi hubungan batin yang berlangsung secara terus menerus.
Di samping
pemahaman terhadap diri sendiri, hubungan antarmanusia merupakan faktor penting
dalam bekerja sama.mengenal diri sendiri dan mengerti orang lain yang dipimpin
merupakan dasar bagi penetapan dan pemeliharaan hubungan antarpribadi.
Alangkah baiknya
apabila syarat-syarat kepemimpinan tersebut ditunjang juga oleh keahlian dalam
profesinya yang mencakup penguasaan pengetahuan (terutama dalam bidangnya),
pengalaman, dan keterampilan yang dimilikinya.
C. Keterampilan Kepemimpinan Pendidikan
Telah
kita ketahui bersama bahwa dalam melaksanakan kepemimpinan hendaklah kita
gunakan pengetahuan, pengalaman, dan sifat kepemimpinan. Sehubungan dengan itu,
kita dituntut memiliki kemahiran dan keterampilan dalam mengelola lembaga
pendidikan:
1.
Keterampilan
memimpin
Telah
kita ketahui juga bahwa jenis kepemimpinan yang baik ialah kepemimpinan yang
demokratis. Pengetahuan tentang tipe kepemimpinan itu saja tidak cukup menjamin seseorang
menjadi pemimpin demokratis yang baik, karena dalam pelaksanaannya diperlukan
berbagai keterampilan .
Agar
semua terwujud, dibutuhkan banyak pengalaman. Seorang pemimpin pendidikan harus
banyak bergaul dan pandai bekerja sama. Ia juga harus mahir dan cakap dalam
berbagai hal seperti :
a.
Menciptakan
suasana pekerjaan yang sehat dan menyenangkan.
b.
Membentuk
dan membina moral yang tinggi bagi bawahannya.
c.
Menentukan
tujuan pendidikan bersama anggota kelompok dan berusaha mencari jalan keluar
untuk mencapainya.
d.
Menyusun
rencana pekerjaan bersama anggota kelompok.
e.
Memberi
semangat dan dorongan kepada anggota kelompok untuk menghasilkan sesuatu yang
baik dapat melancarkan pekerjaan.
2.
Keterampilan
menjalin hubungan kerja dengan sesama manusia
Seorang
pemimpin yang baik harus banyak pengetahuan dan pandai. Agar dapat mengerti
bawahannya dengan baik, hendaklah ia harus mengadakan hubungan yang baik,
terutama dengan dirinya sendiri.
Seorang
pemimpin pendidikan harus mahir dan cakap dalam berbagai hal anatara lain
sebagai berikut:
a.
Menanamkan
dan memupuk sifat harga-menghargai, percaya-memercayai, hormat-menghormati,
indah-mengindahka, dan maaf-memaafkan.
b.
Mengembangkan
rasa percaya diri.
c.
Mengoordinir
aktivitas kelompok.
d.
Menghindari
sikap yang meremehkan kesanggupan anggota kelompok.
3.
Keterampilan
menguasai kelompok
Sebagian
tujuan pendidikan ditujukan pada perasaan kelompok. Anggota kelompok harus
saling menyukai, menghormati, dan memercayai. Mereka yakin bahwa setiap orang
dalam kelompok dapat bertanggung jawab sepenuhnya. Jika tidak, ia tidak akan
melakukan usaha bersama.
Sebagian
proses memimpin ialah menolong guru mengembangkan sikap dan kariernya. Hal itu
merupakan langkah pertama menuju group
self discipline.
Jika
disiplin kelompok terwujud, pemimpin dapat meningkatkan partisipasi anggota
kelompok semaksimal mungkin, sehingga potensi setiap anggota dapat dimanfaatkan
seefektif mungkin. Untuk itu, pemimpin harus mahir dan cakap dalam hal berikut:
a.
Mengenal
mengetahui kekuatan, kelemahan, dan kekurangan stafnya.
b.
Menanamkan
serta memelihara sikap percaya-mempercayai dalam kelompok.
c.
Menanamkan
dan membina disiplin kelompok.
d.
Menanamkan
dan memupuk sifat bersedia menolong antara anggota kelompok.
4.
Keterampilan
mengelola administrasi personalia
Kepala
sekolah harus berusaha mempertinggi mutu pekerjaan guru. Ia harus berusaha juga
menukarkan pengalaman berharga bagi para guru dalam memegang jabatan. Ia juga
harus mencoba menempatkan guru dalam posisi yang tepat sehingga mereka merasa senang dan potensi yang ada
pada diri mereka dapat dimanfaatkan. Agar pelaksanaan pendidikan dapat
dipertanggungjawabkan, pemimpin sekolah dalam menyeleksi dan menempatkan guru harus menggunakan cara “the right man in the right place.”
Untuk
itu pemimpin harus mahir dan cakap dalam hal-hal berikut :
a.
Memilih
dan mengangkat guru yang dibutuhkan untuk mengajar suatu kelas, tingkkat, atau
fakultas tertentu.
b.
Menciptakan
suasana kerja yang hormonis sehingga tujuan pendidikan dapat dicapai semaksimal
mungkin.
c.
Memberi
tugas yang sesuai dengan kemampuan masing-masing.
d.
Merencanakan
dan melaksanakan kegiatan yang dapat meningkatkan mutu/pendidikan.
5.
Keterampilan
memberikan penilaian.
Telah
diterangkan bahwa seorang kepala sekolah setiap waktu harus berusaha supaya anggota
klompoknya dapat meningkatkan prestasinya. Hal itu tidak hanya melalui
penataran, misalnya yang dapat memperbaiki situasi belajar mengajar di sekolah,
tetapi juga melalui self evaluation.
Guru-guru dibantu dalam menilai pekerjaannya. Diharapkan melalui cara seperti
itu guru akan mengetahui kekuatan atau kelebihannyaa di samping kekurangannya.
Agar
berhasil melaksanakan hal tersebut, hendaknya kepala sekolah berusaha supaya
mahir dan cakap dalam hal berikut :
a.
Menentukan
dan merumuskan tujuan penilaian..
b.
Menetukan
kriteria yang akan digunakan untuk menilai.
c.
Mengumpulkan
data yang dapat diolah menurut kriteria yang telah ditentukan.
d.
Menstimulasi
“intervisitaion” sebagai suatu metode
untuk memperoleh lebh banyak data yang dapat dipakai dalam penilaian.
D.
Prinsip-Prinsip
Kepemimpinan Pendidikan Yang Berdasarkan Demokrasi Pancasila
1.
Prinsip
pengendalian diri
Setiap
orang tidak terlepas dari kerja sama dengan orang lain. dalam suasana kerja
sama itu diperlukan saling pengertian, saling menghargai, dan saling tenggang
rasa. Hal ni akan menumbuhkan sikap dasar untuk menciptakan keselarasan,
keserasian, dan keseimbangan dalam hubungan kemanusiaan antara yang dipimpin
dan yang memimpin. Pengendalian ini pada hakikatnya bersumber dari pengenalan
pada diri sendiri. Pengenalan diri tidak hanya pada aspek biologi/jasmaniah,
tapi aspek-aspek yang bersumber dari aspek-aspek kejiwaan. Dari sanalah
seseorang akan kenal kepada Allah swt. Untuk memahami langkah-langkah penganalisisan
diri dalam rangka pengenalan diri sendiri, maka perlu pedoman dengan pertanyaan
sebagai berikut:
a.
Apa
yang terjadi ? (fenomena hasil kelakuan saya).
b.
Mengapa
kelakuan saya demikian? (mengalisis kelemahan dan kekuatan/hal-hal positif yang
ada pada diri saya).
c.
Bagaimana
saya harus memperbaiki hal-hal yang negatif dan bagaimana saya harus memupuk
hal-hal/sifat yang baik?
d.
Bilamana
dan di mana saya harus memperbaiki sifat-sifat negatif dan menumbuhkan
sifat-sifat yang positif?.
Kalau kita
secara kontinu melatih diri dengan langkah-langkah di atas, maka kita akan
dapat mengendalikan diri dengan kata dan perbuatan dan berusaha melestarikannya
dalam menunaikan tugas kewajiban di dalam masyarakat dengan membuahkan
keteladanan perilaku, yang berarti ing
ngarso sung tulodo.
2. Prinsip partisipasi
Pemimpin
dengan berbagai usaha mencoba membangkitkan dan memupuk subur kesadaran setiap
stafnya agar mereka merasa dan rela ikut bertanggung jawab, dan selanjutnya
secara aktif kut serta memikirkan dan memecahkan masalah-masalah yang
menyangkut perencanaan dan pelaksannaan program pendidikan dan pengajaran. Berhasilnya
pemimpin dalam menimbulkan minat, kemauan, dan kesadaran bertanggung jawab pada
setiap staf akan meningkatkan partisipasi mereka, bahkan diperluas pada
individu di luar staf yang ada hubungan langsung dan tidak langsung dengan
penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran pada lembaga kerjanya .
Selanjutnya
jika mereka menunjukkan partisipasi secara aktif, berarti satu fungsi
kepemimpinan telah dapat dilaksanakannya dengan baik, hal ini berarti ing madyo mangun karso.
3.
Prinsip koperasi
Adanya
partisipasi dari para staf belum berarti bahwa kerja sama di antara mereka
telah terjalin dengan baik. Partisipasi yang sempat bisa terjadi dalam bentuk
spesialisasi tugas-tugas wewenang dan tanggung jawab secara ketat di antara
anggota-anggota. Setiap anggota seolah-olah berdiri sendiri dan berpegang teguh
pada tugas-tugas, tanggung jawab, dan wewenang pada diri mereka masing-masing.
Kerja
sama untuk kepentingan bersama hendaknya berlangsung seluas-luasnya, meliputi
setiap orang yang ada sangkut pautnya dengan usaha pendidikan dan pengajaran di
sekolah tersebut. Hal ini merupakan buah dari ing madyo mangun karso.
4.
Prinsip hubungan
kemanusiaan secara kekeluargaan.
Hubungan
kemanusiaan merupakan pelicin jalan ke arah pemecahan setiap masalah yang timbul
dan sulit dipecahkan. Pemimpin harus menjadi sponsor utama bagi terbinanya
hubungan-hubungan sosial dan situasi pergaulan seperti di atas. Pemimpin tidak
berlaku sebagai majikan atau mandor terhadap pegawai atau buruhnya, tetapi ia
sejauh mungkin menempatkan diri sebagai sahabat terdekat dari semua staf di
sekolah. Hubungan kemanusiaan dengan orang di luar sekolah perlu ditingkatkan
pula.
Hubungan-hubungan
kemanusiaan serta hubungan kerja sama semacam ini tidak akan terjadi kecuali
dalam suatu kelompok di mana kepemimpinannya yang hidup di dalamnya dijiwai
oleh semangat demokrasi Pancasila. Hal ini berarti ada motivasi dari pemimpin
yang tut wuri handayani.
5.
Prinsip
pendelegasian dan pemencaran kekuasaan dan tanggung jawab.
Dalam
kepemimpinan pendidikan, pemimpin harus percaya bahwa mereka dapat bekerja
serta memiliki kemampuan dan potensi yang maksimal yang dapat bermanfaat bagi
sekolah. hal itu akan terjadi asalkan situasi dan kesempatan untuk berbuat
kreatif dijamin oleh pemimpin. Keyakinan seperti inilah yang melandasi
kesediaan pemimpin untuk melaksanakan pendelegasian dan pemencaran wewenang,
kekuasaan, dan tanggung jawab tertentu kepada sekolah.
Melalui
delegation and sharing of authority and
responsibility yang tepat, serasi, dan merata, moral kerja akan ikut
terbina secara sehat, semangat kerja dan perasaan tanggung jawab atas akan
bangkit dan tumbuh dengan subur. Melalui cara ini, perkembangan pribadi dan
jabatan staf akan terangsang untuk bertumbuh secara kontinu. Dengan cara ini,
pemimpin mendapat kesempatan untuk mengetahui, menemukan, dan selanjutnya
membina kader-kader pimpinan yang potensial di kalangan anggota stafnya.
Pembinaan kepemimpinan melalui latihan dalam bentuk pendelegasian dan pemencara
kekuasaan, wewenang, dan tanggung jawab merupakan cara yang paling praktis di
samping usaha pembinaan lainnya. Cara pendekatan seperti itu sangat bermanfaat bagi kepentingan
kepemimpinan pendidikan demokrasi Pancasila yang lebih bermutu di masa depan.
Hal ini berarti sebagai indikator adanya keterpaduan trilogi kepemimpinan
pendidikan demokrasi Pancasila.
6.
Prinsip
kelenturan (flexibility) organisasi
dan tata kerja
Organisasi
dan tata kerja disusun dengan maksud mengatur kegiatan dan hubungan-hubungan
kerja yang harmonis, efisien, dan efektif. Karena itu hendaknya struktur
organisasi dan hubungan serta tata kerja jangan sampai menjadi sesuatu yang
sangat kaku, sehingga membawa akibat-akibat negatif yang bisa menghambat
kegiatan penerapan dan pelaksanaan program.
Kelenturan
organisasi menjamin organisasi dan hubungan-hubungan kerja yang sesuai dengan
kenyataan-kenyataan dan masalah yang selalu muncul dan berubah terus menerus.
Perubahan-perubahan itu dari hubungan-hubungan kemanusiaan dalam anggota staf.
7.
Prinsip
kreativitas
Pertumbuhan
dan perkembangan suatu lembaga pendidikan di samping faktor material dan
fasilitas lainnya, juga tentang pertumbuhan dan perkembangan program dan
aktivitas kerja. Aktivitas dan dinamika kerja sebagian besar berakar pada besar
kecilnya kreativitas setiap personil dan pimpinan di dalam sekolah. keadaan
selalu berubah, masyarakat selalu bergerak maju, ilmu pengetahuan dan teknologi
terus berkembang pesat dan mempengaruhi perubahan-perubahan dan kemajuan
masyarakat itu, maka sekolah harus menjadi lembaga kerja yang kreatif dan
dinamis. Setiap staf diberi kesempatan mengajukan ide-ide, pikiran-pikiran, dan
konsepsi-konsepsi baru tentang prosedur, tata kerja, dan metode-metode mendidik
dan mengajar yang lebih kreatif. Hal ini berarti fungsi tut wuri handayani berperanan besar.
E.
Gaya
kepemimpinan
1. Gaya kepemimpinan kontinum
Gaya
kepemimpinan kontinum dipelopori oleh Robert Tannenbaum dan Warren Schmidt.
Kedua ahli menggambarkan gagasannya bahwa ada dua bidang pengaruh yang ekstrem
, pertama bidang pengaruh pimpinan kedua bidang pengaruh kebebasan bawahan.
Gaya kepemimpinan managerial grid dipelopori oleh Robert R Blake dan Jane S
Mouton. Dalam pendekatan managerial grid ini, manajer berhubungan dengan 2 hal
yakni produksi di satu pihak dan orang-orang di pihak lain. Managerial Grid
menekankan bagaimana manajer memikirkan produksi dan hubungan manajer serta
memikirkan produksi dan hubungan kerja dengan manusianya. Bukannya ditekankan
pada berapa banyak produksi harus dihasilkan, dan berapa banyak ia harus
berhubungan dengan bawahan. Model Kepemimpinan Kontinum
(Otokratis-Demokratis).
Tannenbaun dan Schmidt dalam
Hersey dan Blanchard (1994) berpendapat bahwa pemimpin mempengaruhi pengikutnya
melalui beberapa cara, yaitu dari cara yang menonjolkan sisi ekstrim yang
disebut dengan perilaku otokratis sampai dengan cara yang menonjolkan sisi
ekstrim lainnya yang disebut dengan perilaku demokratis. Perilaku otokratis,
pada umumnya dinilai bersifat negatif, di mana sumber kuasa atau wewenang
berasal dari adanya pengaruh pimpinan. Jadi otoritas berada di tangan pemimpin,
karena pemusatan kekuatan dan pengambilan keputusan ada pada dirinya serta
memegang tanggung jawab penuh, sedangkan bawahannya dipengaruhi melalui ancaman
dan hukuman. Selain bersifat negatif, gaya kepemimpinan ini mempunyai manfaat
antara lain, pengambilan keputusan cepat, dapat memberikan kepuasan pada
pimpinan serta memberikan rasa aman dan keteraturan bagi bawahan. Selain itu,
orientasi utama dari perilaku otokratis ini adalah pada tugas.
Perilaku demokratis; perilaku kepemimpinan
ini memperoleh sumber kuasa atau wewenang yang berawal dari bawahan. Hal ini
terjadi jika bawahan dimotivasi dengan tepat dan pimpinan dalam melaksanakan
kepemimpinannya berusaha mengutamakan kerjasama dan team work untuk mencapai
tujuan, di mana si pemimpin senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritik
dari bawahannya. Kebijakan di sini terbuka bagi diskusi dan keputusan kelompok.
amun, kenyataannya perilaku kepemimpinan ini tidak mengacu pada dua model
perilaku kepemimpinan yang ekstrim di atas, melainkan memiliki kecenderungan
yang terdapat di antara dua sisi ekstrim tersebut.
Tannenbaun dan Schmidt dalam Hersey dan
Blanchard (1994) mengelompokkannya menjadi tujuh kecenderungan perilaku
kepemimpinan. Ketujuh perilaku inipun tidak mutlak melainkan akan memiliki
kecenderungan perilaku kepemimpinan mengikuti suatu garis kontinum dari sisi
otokratis yang berorientasi pada tugas sampai dengan sisi demokratis yang
berorientasi pada hubungan.
2. Gaya managerial grid
Menurut
Blake dan Mouton, ada empat gaya kepemimpinan yang dikelompokan sebagai gaya
yang ekstrem, sedangkan lainnya hanya satu gaya yang dikatakan di tengan-tengah
gaya ekstrem tersebut. Gaya kepemimpinan dalam managerial grid itu antara lain
sebagai berikut:
a.
Manajer
sedikit sekali usahanya untuk memikirkan orang-orang yang bekerja dengan, dan
produksi yang seharusnya dihasilkan oleh organisasinya.
b.
Manajer
mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi untuk memikirkan baik produksi maupun
orang-orang yang bekerja dengannya.
c.
Gaya
kepemimpinan dari manajer ini ialah mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi
untuk selalu memikirkan orang-orang yang bekerja dalam organisasinya tetapi
pemikirannya mengenai produksi rendah.
d. Kadangkala manajer disebut sebagai
manajer yang menjalankan tugas secara otokratis.
e. Manajer mempunyai sedikit pemikiran
medium baik pada produksi maupun pada orang-orang.
3.
Tiga dimensi dari Reddin
Dipopulerkan
oleh W.J REDDIN. Gaya ini menjadi dua yaitu gaya kepemimpinan efektif dan tidak
efektif. Ada empat gaya dalam gaya yang efektif ini antara lain:
a. Eksekutif
b. Pecinta pengembangan (developer).
c. Otokratis yang baik (benevolent
autocrat).
d. Birokrat.
Gaya
kepemimpinan yang tidak efektif. Ada empat gaya kepemimpinan yang tergolong
tidak efektif antara lain:
a. Pencinta kompromi (compromiser).
b. Missionary
c. Otokrat
d. Lari dari tugas (deserter).
4.
Empat Sistem Manajemen Dari Likert
Gaya yang
amat menarik ialah pendapar Rensis Likert ini. Dalam serangkaian penelitiannya Likert
telah mengembangkan suatu ide dan pendekatan yang penting untuk memahami
perilaku pemimpin. Menurut Likert bahwa pemimpin itu dapat berhasil jika
bergaya participant management. Gaya ini menetapkan bahwa keberhasilan pemimpin
adalah jika berorientasi pada bawahan, dan mendasarkan pada komunikasi. Likert
merancang 4 sistem kepemimpinan dalam manajemen sebagai berikut :
a. Manajer dalam hal ini sangat
otokratis mempunyai sedikit kepercayaan kepada bawahannya.
b. Dalam system ini pemimpin dinamakan
Otokratis yang baik hati (benevolent authoritative).
c. Dalam system ini gaya kepemimpinan
lebih dikenal dengan sebutan manajer konsultatif.
Oleh Likert system ini dinamakan pemimpin yang bergaya
kelompok berpartisipatif (partisipative group. Dalam hal ini manajer mempunyai
kepercayaan yang sempurna terhadap bawahannya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kepemimpinan
dibagi berdasarkan :
1. Berdasarkan gaya
a. Kepemimpinan otokratis
b. Kepemimpinan pseudo-demokratis
c. Kepemimpinan laissez-faire
d. Kepemimpinan demokratis
e. Kepimpinan kharrismatik
2.
Berdasarkan sosio-psikologis
a. pemimpin
kelompok
b. pemimpin
siswa/mahasiswa (student leader)
c. pemimpin
publik (pablic leader)
d. pemimpin perempuan (woman leader)
3.
Berdasarkan kepribadian
a.
extrovert-introvert
b.
sensing-intuitive
c.
thinking-feeling
d.
judging-perceiving
Syarat
pemimpin pendidikan :
1.
Memiliki
kesehatan jasmaniah dan rohaniah yang baik.
2.
Berpegang
teguh pada tujuan yang hendak dicapai.
3.
Bersemangat.
4.
Jujur.
5.
Cakap
dalma memberi bimbingan.
6.
Cepat
serta bijaksana dalam mengambil keputusan.
7.
Cerdas.
8.
Cakap
dalam hal mengajar dan menaruh kepercayaan kepada yang baik dan berusaha
mencapainya.
Keterampilan
kepemimpinan pendidikan
1. Keterampilan memimpin.
2. Keterampilan menjalin hubungan kerja
dengan sesama manusia.
3. Keterampilan menguasai kelompok.
4. Keterampilan mengelola administrasi
personalia.
5. Keterampilan memberikan penilaian.
Prinsip-prinsip kepemimpinan pendidikan berdasarkan
demokrasi pancasila:
1. Prinsip pengendalian diri.
2. Prinsip partisipasi.
3. Prinsip koperasi.
4. Prinsip hubungan kemanusiaan secara
kekeluargaan.
5. Prinsip pendelegasian dan pemencaran kekuasaan dan tanggung jawab.
6. Prinsip kelenturan (flexibility)
organisasi dan tata kerja.
7. Prinsip kreativitas.
Gaya
kepemimpinan :
1. Gaya kepemimpinan kontinum.
2. Gaya managerial grid.
3. Tiga dimensi dari reddin.
4. Empat sistem manajemen dari likert.